Daftar Blog Saya

Minggu, 27 Juni 2010

Zionisme


Di Bazel saya mendirikan negara Yahudi...Barangkali dalam waktu lima tahun, dalam limapuluh tahun, orang niscaya akan menyaksikannya" (Theodore Herzl)


Kita harus memaksa pemerintahan bukan-Yahudi untuk menerima langkah-langkah yang akan meningkatkan secara luas rencana yang telah kita buat yang telah kian dekat dengan tujuannya dengan cara meletakkan tekanan pada pendapat umum yang telah kita agendakan yang harus didorong oleh kita dengan bantuan apa yang dinamakan ‘kekuatan besar’ pers. Dengan sedikit perkecualian, tak perlu terlalu dipikirkan, kekuatan itu telah berada dalam genggaman kita”. (‘Protokol Zionis Ketujuh’)


Sejarah dan Asal Usul

‘Zionisme’ berasal dari kata Ibrani “zion” yang artinya karang. Maksudnya merujuk kepada batu bangunan Haykal Sulaiman yang didirikan di atas sebuah bukit karang bernama ‘Zion’, terletak di sebelah barat-daya Al-Quds (Jerusalem). Bukit Zion ini menempati kedudukan penting dalam agama Yahudi, karena menurut Taurat, “Al-Masih yang dijanjikan akan menuntun kaum Yahudi memasuki ‘Tanah yang Dijanjikan’. Dan Al-Masih akan memerintah dari atas puncak bukit Zion”. Zion dikemudian hari diidentikkan dengan kota suci Jerusalem itu sendiri.

Zionisme kini tidak lagi hanya memiliki makna keagamaan, tetapi kemudian beralih kepada makna politik, yaitu suatu gerakan pulangnya ‘diaspora’ (terbuangnya) kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali bersatu sebagai sebuah bangsa dengan Palestina sebagai tanah-air bangsa Yahudi dengan Jerusalem sebagai ibukota negaranya. Istilah Zonisme dalam makna politik itu dicetuskan oleh Nathan Bernbaum, dan ‘Zionisme Internasional’ yang pertama berdiri di New York pada tanggal 1 Mei 1776, dua bulan sebelum kemerdekaan Amerika-Serikat dideklarasikan di Philadelpia.

Gagasan itu mendapatkan dukungan dari Kaisar Napoleon Bonaparte ketika ia merebut dan menduduki Mesir. Untuk memperoleh bantuan keungan dari kaum Yahudi, Napoleon pada tanggal 20 April 1799 mengambil hati dengan menyerukan, ‘Wahai kaum Yahudi, mari membangun kembali kota Jerusalem lama”. Sejak itu gerakan untuk kembali ke Jerusalem menjadi marak dan meluas.

Adalah Yahuda al-Kalai (1798-1878), tokoh Yahudi pertama yang melemparkan gagasan untuk mendirikan sebuah negara yahudi di Palestina. Gagasan itu didukung oleh Izvi Hirsch Kalischer (1795-1874) melalui bukunya yang ditulis dalam bahasa Ibrani ‘Derishat Zion’ (1826), berisi studi tentang kemungkinan mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina.

Buku itu disusul oleh tulisan Moses Hess dalam bahasa Jerman, berjudul ‘Roma und Jerusalem’ (1862), yang memuat pemikiran tentang solusi “masalah Yahudi” di Eropa dengan cara mendorong migrasi orang Yahudi ke Palestina. Menurutt Hess kehadiran bangsa Yahudi di Palestina akan turut membantu memikul “misi orang suci kulit putih untuk mengadabkan bangsa-bangsa Asia yang masih primitif dan memperkenalkan peradaban Barat kepada mereka”. Buku ini memuat pemikiran awal kerja-sama konspirasi Yahudi dengan Barat-Kristen menghadapi bangsa-bangsa Asia pada umumnya, dan dunia Islam pada khususnya. Untuk mendukung gagasan itu berdirilah sebuah organisasi mahasiswa Yahudi militan bernama ‘Ahavat Zion’ di St.Petersburg, Rusia, pada tahun 1818, yang menyatakan bahwa, “setiap anak Israel mengakui bahwa tidak akan ada penyelamatan bagi Israel, kecuali mendirikan pemerintahan sendiri di Tanah Israel (Erzt Israel)”1.



Konsepsi tentang wilayah dan batas-batas negara Israel didasarkan pada Kitab Taurat. Berdasarkan Taurat, wilayah Israel luasnya “dari sungai Nil sampai sungai Tigris” yang kira-kira mendekati kekuasaan Emporium Assyria (sekitar 640 Sebelum Masehi)











Buku Moses Hess ‘Roma und Jerusalem’ (1862) mendapat perhatian dan dukungan dari tokoh-tokoh kolonialis Barat karenan beberpa pertimbangan, :
1. Adanya konfrontasi antara Eropa dengan daulah Usmaniyah Turki di Timur Tengah
2. Bangsa-bangsa Eropa membutuhkan suatu ‘bastion’ (bentang/pertahanan-red.) politik yang kuat di Timur Tengah dan ketika kebutuhan itu muncul orang Yahudi menawarkan diri secara sukarela menjadi proxi (wakil-red.) negara-negara Eropa.
3. Kebutuhan bangsa-bangsa Eropa itu sesuai dengan aspirasi kaum Yahudi untuk kembali ke Plaestina.
4. Gerakan Zionisme akan berfungsi membantu memecahkan “masalah Yahudi” di Eropa.


















Kongres Zionist pertama di Bazel, 1897


Perlu dicatat bahwa gerakan Zionisme mulai mendapatkan momentumnya berkat bantuan dana keuangan tanpa reserve (tanpa batas-red.) dari Mayer Amschel Rothschilds (1743-1812) dari Frankfurt, pendiri dinasti Rothschilds, keluarga Yahudi Paling kaya di dunia.

Pendukung kuat dari kalangan poitisi Eropa terhadap gerakan Zionisme datang terutama dari Llyod Gerge (perdana menteri Inggris), Arthur Balfour (menteri luar-negeri Inggris), Herbert Sidebotham (tokoh militer Inggris), Mark Sykes, Alfred Milner, Ormsby-Gore, Robert Cecil, J.S. Smuts, dan Richard Meinerzhagen.

Sebenarnya sejak tahun 1882 Sultan Abdul Hamid II telah mengeluarkan sebuah dekrit yang berbunyi, meski sultan “sepenuhnya siap untuk mengizinkan orang Yahudi beremigrasi ke wilayah kekuasaannya, dengan syarat mereka menjadi kawula daulah Usmaniyah tetapi baginda tidak akan mengizinkan mereka meneap di Palestina”2. Alasan pembatasa ini karena, “Emigrasi kaum Yahudi di masa depan akan membuahkan sebuah negara Yahudi”.

Pada waktu itu sebelum imigrasi kaum Yahudi yang massif (secara besar-besaran-red.) dimulai kira-kira hanya ada 250.000 jiwa orang Yahudi di antara 0,5 juta jiwa penduduk Arab di Palestina4. Meski ada titah sultan tersebut, arus imigrasi orang Yahudi tetap berhasil menerobos masuk ke Palestina secara diam-diam dan berlanjut bahkan melalui cara sogok sekalipun.

Menjelang 1891 beberapa pengusaha Palestina mengungkapkan keprihatinan mereka mengenai kian meningkatnya imigran Yahudi, sehingga menganggap perlu mengirimkan telegram ke Istambul menyampaikan keluhan tentang kekhawatiran itu yang mereka simpulkan akan mampu memonopoli perdagnagn yang akan menjadi ancaman bagi kepentingan bisnis setempat, yang pada gilirannya akan menjadi ancaman politik.

Pada tahun 1897, tahun yang bersamaan dengan ‘Kongres Zionisme I’, mufti Jerusalem, Muhammad Tahir Husseini, ayah dari Hajj Amin Husseini, memimpin sebuah komisi yang dibentuk khusus untuk memepelajari masalah penjualan tanah penduduk Arab kepada orang Yahudi. Resolusi komisi tersebut berhasil meyakinkan pemerintah kesultanan Usmaniyah mengeluarkan peraturan yang melarang penjualan tanah milik penduduk Arab kepada orang Yahudi di daerah Jerusalem untuk beberapa tahun.



Theodore Herzl berfoto bersama tentara Turki di Crete, 1898, setelah ia
bersama delegasi Zionist menemui Sultan Abdul Hamid II



Gagasan tentang gerakan Zionisme, yaitu suatu gerakan politik untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina, mulai memperlihatkan konsepnya yang jelas dalam buku ‘Der Judenstaat’ (1896) yang ditulis oleh seorang tokoh Yahudi, yang kemudian dipandang sebagai Bapak Zionisme, Theodore Herzl (1860-1904). Ia salah seorang tokoh besar Yahudi dan Bapak Pendiri Zionisme modern, barangkali eksponen (yang menerangkan/menguraikan-red.) filosof tentang eksistensi bangsa Yahudi yang memiliki pandangan paling jauh ke depan yang dimiliki generasi Yahudi di sepanjang sejarah mereka. Ia tidak pernah ragu akan adanya “bangsa Yahudi”. Ia menyatakan tentang eksistensi itu pada setiap kesempatan yang ada. Katanya’ “Kami adalah suatu bangsa – Satu Bangsa”.

Program Politik Kaum Yahudi

Ia dengan jernih melihat apa yang disebutnya sebagai “masalah Yahudi” sebagai suatu masalah politik. Dalam kata pengantar bukunya itu, ‘Der Judenstaat’, ia berkata,

“Saya percaya, bahwa saya memahami anti-Semitisme, yang sesungguhnya merupakan gerakan yang sangat kompleks. Saya mempertimbangkannnya dari sudut pandang orang Yahudi, tanpa rasa takut maupun benci. Saya percaya anasir (unsur-red.) apa yang saya lihat di dalamnya yang merupakan permainan yang jorok, sikap iri yang lazim, warisan prasangka, intoleransi keagamaan, dan juga pretensi (keinginan-red.) mempertahankan nilai-nilai. Saya rasa “masalah Yahudi” lebih banyak berbau sosial ketimbang keagamaan ,meskipun saya tidak menafikan kadangkala muncul hal itu dalam bergam bentuknya. Maalh itu pada hakekatnya adalah “masalah nasional” yang hanya mungkin diselesaikan dengan membuatnya masalah dunia politik yang dapat didiskusikan dan dikendalikan oleh bangsa-bangsa dunia beradab di suatu majelis”.

Theodore Herzl tidak hanya menyatakan bahwa kaum Yahudi harus membentuk suatu bangsa, tetapi dalam mengubungkan tindakan dari bangsa Yahudi ini kepada dunia, Herzl menulis,

“Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner, pamanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit, dipasikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat”.

Pandangan ini yang nampaknya pandangan yang sejati, merupakan pandangan yang telah lama terpendam di dalam benak kaum Yahudi, yang juga dikemukakan oleh Lord Eudtace Percy, dan diterbitkan ulang, agaknya dengan persetujuan ‘Jewish Chronicle’ Kanada, yang untuk membacanya membutuhkan kehati-hatian.

“Liberalisme dan nasionalisme dengan hingar bingar membukakan pintu ghetto (1.kampung Yahudi di kota, 2 bagian kota yang didiami terutama oleh golongan minoritas – red..)dan menawarkan kewarga-negaraan dengan kududukan yang sejajar kepada kaum Yahudi. Kaum Yahudi memasuki Dunia barat, menyaksikan kekuasaaan dan kejayaannya, memanfaatkan dan menikmatinya, turut-serta membangun di pusat peradabannya, memipin, mengarahkan dan mengeksploitasinya – namun kemudian menolak tawaran itu. Lagipula – dan hal ini sesuatu yang menarik – nasionalisme dan liberalisme Eropa, pemerintahan dan persamaan dalam demokrasi menjadi makin tidak tertangguhkan olehnya dibandingkan dengan penindasan dan kedzaliman despotisme (kelaliman-red.) sebelumnya.”

“Di suatu dunia dengan yurisdiksi(hak hukum – red.) kedaulatan negara yang dibatasi dengan jelas oleh batas-batas wilayah teritorial negara yang sepenuhnya disepakati secara internasional, (orang Yahudi) tinggal memiliki dua pilihan yang membuka kemungkinan baginya untuk memperoleh perlindungan : pertama, atau ia harus meruntuhkan pilar-pilar sistem negara nasional yang ada secara keseluruhan; kedua, atau ia harus menciptakan sendiri suatu wilayah teritorial yang seluruhnya berada di dalam genggaman yurisdiksi kedaulatannya. Mungkin disini terletak penjelasan tentang hubungan Bolshevisme (bahasa Rusia:’minoritas’) Yahudidan Zionisme, karena dewasa ini kaum Yahudi di Timur nampaknya terombang-ambing memilih di antara keduanya. Di Eropa Timur Bolshevisme dan Zionisme sering terlihat tumbuh bersamaan, persis seperti peran kaum Yahudidalam membentukpemikiran tentang ‘republikeinisme’ dan sosialisme sepanjang abad kesembilan-belas sampai kepada Revolusi Turki Muda di Istambul yang belum lewat satu dasawarsa yang lalu. Semuanya berlangsung bukan karena kaum Yahudi mempedulikan sisi positif dari falsafah-falsafah radikal itu, bukan karena ingin menjadi peserta dari nasionalisme atau demokrasinya kaum non-Yahudi, tetapi ‘karena tidak ada sistem pemerintahan yang ada pada kaum non-Yahudi, yang benar-benar memiliki makna bagi orang Yahudi, karena pa yang ada hanya menimbulkan kemuakan baginya’”.

Para pemikir Yahudi, semuanya tanpa kecuali,memandang apa yang ada pada kaum non-Yahudi seperti itu. Orang Yahudi selalu bersikap bertentangan dengan skema kaum non-Yahudi dalam segala hal. Kalau sekiranya kepada orang Yahudi diberikan kebebasa penuh untuk memilih, dapat dipastikan ia akaj memilih untuk menjadi seorang republikein yang anti-kerajaan, seorang sosialis yang anti-republik, atau seorang Bolshevis yang anti-sosialis.

Apa yang menjadi penyebab sikap yang nyeleneh ini ?
Pertama, Kekurang-mampuan orang Yahudi dalam memahami demokrasi. Watak orang Yahudi terbentuk oleh budaya dan agamanya cenderung otoriter. Demokrasi barangkali baik bagi orang lain, tetapi bagi orang Yahudi dimana pun ia berada, ia akan mendirikan suatu masyarakat aristokrasi atau sejenisnya (periksa tentang : ajaran Qabala). Demokrasi oleh orang Yahudi digunakan hanyalah sebagai alat, sekedar buah kata, yang digunakan oleh para juru-bicara Yahudi sekedar sebagai suatu mekanisme perlindungan kelompok (‘defence mechanism’) di tempat-tempat dimana mereka ditindas, serta untuk mendapatkan status persamaan; begitu telah mencapai kedudukan dan status yang sama, mereka segera berusaha mendapatkan privilese, hak-hak istimewa, yang seolah-olah telah menjadi hak mereka – seperti pada ‘Konperensi Perdamaian’ Versailes 1918 – menjadi contoh yang mengagetkan banyak orang. Kaum Yahudi sekarang ini adalah satu-satunya masyarakat dimana hak-hak khusus dan privilese yang dicantumkan khusus bagi mereka dituliskan di dalam ‘perjanjian-perjanjian’ dunia (teks aseli hak-hak istimewa bagi orang Yahudi dalam perjanjian Perdamaian Versailes 1918 dipublikasikan pada bulan Juli 1920; harap dirujuk juga kepada hak-hak khusu dan privilese istimewa Israel dalam resolusi-resolusi PBB).

Kedua, Terhadap sikap anti-Yahudi, ada tiga penyebab yang biasanya dijadikan mereka sebagai argumen : 1. prasangka keagamaan, 2. prasangka ekonomi, 3.antipati sosial. Masalahnya apakah kaum Yahudi itu menyadari atau tidak, bahwa bagi orang non-Yahudi, Yudaisme itu dipandang sebagai salah satu “agama wahyu” bersama-sama dengan Kristen dan Islam. Prasangka yang ada lebih banyak bersumber dari sebab non-keagamaan soal kecemburuan ekonomi barangkali memang ada. Sudah bukan rahasia lagi keuangan dunia itu ada dalam genggaman para bankir Yahudi; keputusan dan kebijaksanaan mereka menjadi hukum ekonomi-keuangan bagi dunia barat. Kecemburuan ekonomi mungkin dapat menjelaskan sebagai salah satu sebab dari timbulnya sikap anti-Yahudi; tetapi isa juga kecemburuan ekonomi yang menimbulkan “masalah Yahudi” itu merupaka unsur kecil dari suatu problema yang lebih besar. Sedangkan antipati-sosial di masyarakat Barat yang berkulit putih dan Kristen – beban antipati itu di Barat bukan hanya dipikul oleh orang Yahudi, tetapi juga oleh orang kulit hitam, orang Cina, orang muslim, serta komnitas lain di dunia ini, yang jumlah mereka justru lebih banyak daripada orang Yahudi. Orang Yahudi itu tidak pernah menyebut-nyebut politik sebagai penyebebnya, atau jika mereka nyaris keseleo lidah yang bernada sugestif ke arah itu, mereka segera membatasinya, atau melokalisasinya. unsur politik yang inheren (yang melekat/yang menjadi sifatnya – red.) melekat pada masyarakat Yahudi, ialah dimana saja mereka itu berada mereka senantiasa akan membentuk semacam “negara” sendiri di dalam negara tuan-rumah. Keterttutupan sikap masyarakt Yahudi yang lebih mengutamakan hubungan internal diantara mereka sendiri, menjadi salah satu penyebab utamayang menimbulkan sikap anti Yahudi.


Nasionalisme Yahudi

Tidak seorang pun menyanggah kenyataan – kecuali kalau benar-benar tidak mengenal pola berpikir kaum Yahudi (periksa ‘Protokol Zionisme’) – bahwa anasir (unsur –red.) yang merusak, baik di bidang ekonomi mapun sosial di dunia sekrang ini, bukan saja diawaki, tetapijuga didanai oleh dan untuk kepentingan kaum Yahudi.

Kenyataan ini cuku lama dipendam saja oleh publik, disebabkan oleh sanggahan yang keras dari kalangan kaum Yahudi, seperti dari the Jewish Defamation League, serat kurangnya informasi tentang hal itu. Kini semua itu dimana-mana telah menjadi kenyataan.

Beberapa waktu setelah Kongres Zionisme Internasional ke-1 di Bazel itu, kecenderungan politik kaum Yahudi bekerja ke dua arah, yang satu dilkuakn secara diam-diam ditujukan untuk menghancurkan dan menguasai negara-negara non-Yahudi di seluruh dunia, yang lain lagi untuk membentuk sebuah negara Yahudi di Palestina. Berbeda dengan proyek yang pertama, proyek yang kedua dilakukan dengan meminta perhatian dan melibatkan dukungan dari seluruh dunia. Untuk kepentingan itu kaum Zioni dengan cerdik hanya meributkan soal Palestina, dan persoalan itu tidak ditengarai sebagai rencana kolonisasi yang ambisius yang tidak biasa. Gagasan tentang “Tanah Air” bagi orang Yahudi begitu crdiknya disemau, sehingga menjadi tabir-asap yang efektif intik merampas tanah milik bangsa Arab-Palestina. Agenda mengenai Palestina digunakan juga untuk menipu publik menutupi berbagi kegiatan rahasia yan mereka jalankan.

Masyarakat Yahudi internasional, pemegang termaju pemerintahan negara-negara di belakang layar dan penguasa keuangan dunia, mereka bertemu dimana sajam kapan saja, baik di masa perang maupun damai, dan bila ditanya meraka menjelaskan hanya memperbincangkan bagaimana cara dan sarannya untuk mambuka tanah Palestina bagi orang Yahudi an mereka dengan cerdik menghindar dari kecurigaan orang berkumpul-kumpul untuk membicarakan persoalan lain.

Meskipun nasionalisme Yahudi itu ada, tetapi prwujudannya ke alam suatu negara Yahudi di Palestina bukanlah merupakan proyek yang melibatkan segenap orang Yahudi. Adalh kenyataan bahwa pada awalnya orang Yahudi tidak sepenuhnya sepalat pindah ke Palestina. Kengganan itu bukan semata-mata karna tidak setuju dengan gerakan Zionisme, medkipun ideologi Zionisme sebagai motif pendorong memang menjadi penyebab exodusnya mereka dari negeri-negeri Kristen bila saaat untuk itu benar-benar telah tiba.

Publik dunia telah lama mencurigai – mula-mula hanyha oleh beberapa gelintir orang, kemudian mulai menarik perhatian dinas-dinas intelejen pemerintahan, lalu kalangan para intelektualm akhirnya masyarakat luas – bahwa kaum Yahudi itu adalah suatu masyarakat yang ternyata berbeda dengan bangsa-bangsa yan lain di dunia, dan anehnya, mereka tidak dapat menyembunyikan identitas mereka dengan cara papaun, bahwa mereka membentuk suatu “negara” di dalam negara, bahwa meraka sangat sadar sebagai suatu bangsa, tapi bukan itu saja, mereka sangat sadarperlunya bersatu membentuk pertahanan bersama untuk mencapai tujuan bersama.


Program Pengusiran Penduduk Arab Palestina


Penduduk Arab-Palestina merupakan mayoritas sampai dengan terbentuknya Israel sebagai sebuah negara Yahudi pada tahu 1948. Negara Israel yang dicita-citakan oleh Thedore Herzl hanya akan dapat terwujud dengan cara menghapus hak-hak kaum mayoritas, atau membuat kaum Yahudi menjadi mayoritas melalui imigrasi, atau mengurangi jumlah penduduk Arab di palestina memlalui cara pembersihan etnik. Tidak ada cara lain, dan tidak mungkin membentuk sebuah negara Yahudi, kecuai dengan cara di luar prosedur demokratik tadi.

Pengusiran penduduk Arab-Palestina merupakan keharusan yang mengalir dari logika Zionisme sebagiaman dengan sangat jelas dikatakan Thedore Herzl sejak 12 Juni 1895. Pada waktu itu ia baru merumuskan gagasannya tentang Zionisme dan menuliskannya dalam buku hariannya, “Kami harus mencoba mengeluarkan kaum tidak berduit (baca: Palestina) dari perbatasan dengan cara menyediakan pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan dengan itu mencegah mereka memperoleh lapangan kerja di negeri kami. Kedua proses, baik penghapusan kepemilikan dan pemindahan kaum miskin itu, harus dikerjakan dengan kehati-hatian dan kewaspadaan”9. Pemikiran ini dibenarkan oleh sebagian bedar pendukung Zionisme sejak awal, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa tema tentang pengusiran secara konsisten terus menjadi pemikiran kaum Zionis.

Jadi sejak awal impian kaum Zionis mendirikan negara Yahudi mengacu kepada dua sasaran yang bersifat komplementer (saling melengkapi-red.) dan sekaligus mutlak, yaitu:
1. mendapatkan sebuah tanah air.
2. menggantikan penduduk mayoritas Arab-Palestina baik dengan cara tidak mengakui hak-hak mereka, mengatasi jumlah mereka, atau mengusir mereka dengan cara apapun.
Meskipun Theodore Herzls dan kaum Zionis lainnya menjanjikan bahwa orang Yahudi dan Arab-Palestina akan hidup berdampingan secara damai dan bahagia, namun tidak ada jalan lain yang terbuka untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina sebagaimana yang didambakan oleh kaum Ziois kecuali dengan cara-cara tersebut di atas.

Kaum pendahulu Zionis menempuh beberapa strategi untuk mencapai tujuan mereka, :
1. Melalui imigrasi orang Yahudi; pada saat awal itu banyak kaum Zionis dan para pendukungnya yang sungguh-sunguh percaya bahwa imigrasi orang Yahudi dalam jumlah besar akan dapat dalam waktu singkat memecahkan “masalah Palestina” dengan membangun masyarakat Yahudi sebagai mayoritas
2. Yang lain meyakini, bilaman sejuamlah petani dan buruh-buruh Arab-Palestina ditutup kesempatan kerjanya, maka hasilnya akan memaksa orang Arab-Palestina bermigrasi meninggalkan Palestina.
3. Dalam kenyataannya, kedua rencana di atas kurang begitu diketahui, karena rencana ini lebih banyak diperbindangkan di koridor-koridokekuasaan di Berlin, London, dan Washington, dalam rangka mendapatkan tajaan (‘sponsorship’) dunia internasional, sekaligus untuk mendapatkan legitimasi terhadap klaim kaum Yahudi sebagi imbangan terhadap hal-hak kaum mayoritas penduduk Arab-Palestina.

Kaum Zionis mengembangkan strategi ini secara serentak. Ada yang berhasil dan ada pula yang yang kurang berhasil. Namun pada akhrnya opsi yang terbuka tinggal pengusiran secara paksa sebagai cara untuk mendirikan negara Yahudi yang mereka impikan.

Sementara itu berkembang strategi baru Zionisme, yaitu mendelegitimasi-kan masyarakat Arab-palestina, sambil berusaha melegitimasi-kan kehadiran orang Yahudi. Sejak awal Theodore Herzl sangat sadar bahwa komunitas Zionis membutuhkan suatu major power sebagai penaja. Usaha pertamanya ditujukan kepada Sultan Abdul Hamid II, suatu pilihan yang masuk akal, mengingat kesultanan Usmaniyah memegang kuasa mutlak atas Palestina. Bahkan sebelum secara resmi mendirikan Zionisme pada tahu 1897, Theodore Herzl pernah berkunjung ke Istambul pada tahun 1896 untuk memohon hibah tanah di Palestina dari Sultan dengan imbalan akan memberikan “bantuan keuangan untuk memulihkan kas kesultanan yang sedang kosong melalui para finansier Yahudi”. Dan yang lebih penting lagi, ialah usulnya yang ditulis sekambalinya dari kunjungan itu, memohon kepada sultan hak kaum Yahudi untuk mendeportasikan penduduk aseli.

Sultan sangat tersinggung dan menolak permohonan itum dan mengirimkan pesan yang menasehati Theodore Herzl. ‘Jangan lagi membicakan soal ini. Saya tidak dapat menyisihkan sejengkal yanah pun, karena tanah itu bukan milik saya, tetapi milik rakyat. Rakyat saya berjuang untuk mendapatkan tanah itu dan menyuburkannya dengan darah mereka. …Biarkanlah orang Yahudi menyimpan duit mereka yang berjuta-juta banyaknya di peti mereka”12.


Gerakan Zionisme Internasional

Karena kebuntuan itu, pada tanggal 29-31 Agustus 1897 si bazel, Switzerland, dilangsungkan Konferensi Zionisme Internasional ke-1, dihadiri oleh 204 orang tokoh-tokoh Yahudi dari 15 negara. Para peserta konevnsi sepakat bahwa “Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang”, dan untuk tujuan itu, mereka akan mendorong emigasi ke Palestina. Mereka juga membahas prospek dan langkah-langkah politik dan ekonomi untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina. Ketika kongres itu berakhir setelah berlangsung selama tiga hari, Theodore Herzl menorehkan di dalm buku hariannya, “Kalau saya harus menyimpulkan apa hasil dari kongres Bazel itu dalam satu kalimat singkat – yang tidak berani saya utarakan kepada pubik – saya akan berkata :’Di Bazel saya menciptakan negara Yahudi!’ “.
Langkah-langkah yang akan ditempuh adalah 1. pembelian tanah untuk para imigran Yahudi, 2. membuat orang Arab-Palestina tidak betah tinggal di Palestina, 3. dan yang terakhir mengusir penduduk Arab-Palestina melalui cara-cara terorisme. Untuk mendukung gagasan program migrasi orang Yahudi ke Palestina dan menyediakan tanah bagi mereka, maka dibentuklah beberapa lembaga keuangan, seperti : the Jewish Colonial Trust, the Anglo-palestine Company, the Anglo-Plaestine Bank, dan the Jewish National Fund.















 
Peta Jerusalem Kuno

Ketika kongres pada 1897 itu berlangsung namgsa Arab-Palestina mencapai angka 95%, dan mereka menguasai 99% dari tanah Palestina14. Jadi jelas sejak awal Zionisme bertujuan untuk menghapuskan kepemilikan dari tangan mayoritas Arab-Palestina, baik secara politik maupun fisik, merupakan suatu persyaratan yang tak dapat dihindari untuk dapat membentuk sebuah negara Yahudi. Dalam tujuan itu tidak hanya terbatas pada tanah, tetapi tanah tanpa penduduk lain di tengah-tengah mayoritas penduduk Yahudi.

Setelah kegagalannya dengan Sultan Abdul Hamid II, setahun setelah Kongres Zionisme Internasional ke-1di Bazel, pada tahun 1898 Tehodore Herzl mengalihkan perhatiannya kepada Jerman dan Kaizer Wilhelm II yang memiliki ambisi ke Timur Tengah. theodore Herzl secara ketus memberi-tahukan orang Jerman, “Kami membutuhkan sebuh protektorat, dan Jerman kami anggap paing cocok bagi kami”15. Ia mengemukakan bahwa para pemimpin Zionisme adalah oang-orang Yahudi berbahasa Jerman. Jadi sebuah negara Yahudi di Palestina akan memperkenalkan budaya Jerman ke wilayah tersebut. Namun Kaizer menolak usul Theodore Herzl, sebab utamanya, ia tidak ingin menyinggung perasaan kesultanan Usmaniyah, yang merupakan langganan utama produk persenjataan Jerman, atau membuat murka kaum Kristen di dalam negeri.16

Sementara itu pada tahun 1899 walikota Jerusalem, Youssuf Zia Khalidi, seorang cendekiawan Palestina san anggota parlemen Usmaniyah, menuis sepucuk surat yang diteruskan kepada Theodore Herzl, memperingatkan klaim Zionis terhadap Palestina. Bangsa Arab-Palestina secar khusus menentang tuntutan Zionisme yang didasarkan pada dalih oang Yahudi mempunyai hak atas tanah Palestina hanya karena mereka pernah hidup dua milenia yang silam. Khalidi mencatat bahwa klaim kaum Zionis atas Palestina tidak dapat dilaksanakan mengingat tanah palestina telah berada di bawah kekuasaaan Islamselama 13 abad terakhir dan bahwa orang nusli dan Kristen memiliki kepentingan yang sama mengingat tempat-tempat suci yang ada. Lagipula ia menambahkan penduduk mayoritas Arab-Palestina menentang pnguasaan kaum Yahudi17. Ketika Istambul memutuskan pada tahun 1901 untuk memberikan penduduk asing, yang pada intiya bermakna imigran baru Yahudi, hak yang sama untuk membeli tanah, sekelompok tokoh-tokoh terkemuka Arab-Palestina mengirim sebuah petisi ke ibukota Usmaniyah memprotes kebijakan itu.18

Di pihak Theodore Herzl tanpa mengenal putus-asa ia memalingkan mukanya ke Inggris. itu dilakukannya pada tahun 1902. Di sini ia menemukan lahan yang subur. Ada tradisi di kalangan Kristen Protestan dan para penulis Inggris sepanjang 2 abad sebelumnya untuk mendukung “kembalinya orang yahudi ke Palestina”, tradisi yang juga bergerak ke Amerika Serikat. lagipula kepentingan Inggris tentang keamanan Terusan Suez sebagai urat-nadi ke jajahan-jajahannya di Timur Jauh telah menggiringnya untuk merebut Mesir pada tahun 1882, dan pengamanan Terusan Suez tetap merupakan fokus kepentingan London di wilayah tersebut. Mempunyai penduduk yang bersahabat di wilayah itu akan memberikan keuntungan yang tak terperikan bagi Inggris.


Jerusalem 1917

Sebagaimana Jerman, Inggris pun merasa tidak memiliki kepentingan berhadapan dengan Sultan, membuka duungan Inggris terhadap Palestina bukan hal yang menarik bagi Inggris. Lalu Theodore Herzl meminta membuka hubungan denga teritori Inggris yang terdekat: Siprus, El Arish, atau Semenanjung Sinai. Menteri daerah jajahan Joseph Chamberlain mencoret Siprus, karena kehadiran Yahudi akan menimbulkan murka penduduk Yunani dan Turki, dan Mesir tidak disetujui, karena gubernur Inggris setempat menentang memberikan tanaha sejengkal pun dari wilayah Messir. lalu Chamberlain menyarankan sebuah teritori sebagai kompromi, kira-kira seluas Palestina didaerah Afrika Timur milik Inggris. Meskipun pada waktu itu daerah itu dinamakan Uganda, wilayahnya kini kira-kira ada di Kenya19.

Theodore Herzl bersuka-cita dengan tawaran itu. Menurut Herzl kalau bukan menjadi pengganti bagi Palestina, paling tidak berperan sebagai batu-oncatan. Tetapi saran itu berhadapan dengan badai protes dari kaum Zionis terutama datang dari Rusia dan juga daerah-daerah jajahan Inggris. pada awal 1904 baik Thedore Herzl maupun Joseph Chamberlain dengan senang-hati bersepakat melupakan pikiran itu20.
Pengalaman itu sangat menguntungkan bagi Zionisme. Sebuah koneksi penting telah terjalin dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan Inggris, suatu hubungan yang diramalkan Theodore Herzl dengn tepat, bahwa pada suatu saat akhirnya kelak akan membawa hasil yang nyata. Sebelum meninggalnya pada tanggal 3 Juli 1904 theodore Herzl berkata kepada seorang kawan, “Anda akan lihat waktunya akan tiba Inggris akanmelakukan apa saja yang ada dalam kekuasaaannya untuk menyerahkan Plaestina kepada kita untuk beridirnya suatu negara Yahudi”21. Sesudah ini ambisi kaum Zionis difokuskan semata-mata pada Palestina sebagai tempat bagi negara Yahudi yang diharapkan.

Masyarakat Palestina tidak banyak mengetahui langkah-langkah yang ditempuh Theodore herzl selama itu. Hubungan antara orang Arab_palestina dengan orang Yahudi secara umum cukup bersahabat sampai dengan revolusi turki Muda pada 1908. menurut sejarawan Neville J. Mendell, “Menjelang malam Revolusi turki Muda … sentimen anti-Zionisme mapa masyarakat Arab belum nampak. Sebaliknya memang ada keresahan bekenaan dengan makin meluasnya masyarakat anti-Yahudi di Palestina, dan penentangan yang kian meluas terhadap hal itu”22. Sejarawan Israeli, Gershon Shafir, menambahkan, “Revolusi turki Muda pada bulan Juli 1908 harus dipandang sebagai permulaan konflik Yahudi-Arab secara terbuka, demikian juga lahurnya gerakan nasionalisme Arab”.23

Sebagian besar ketidak-pedulian masyarakat Arab-Palestina sampai tahun 1908 disebabkan oleh kenyataan bahwa para perintis Zionis berhasil menekankan bahwa permintaan mereka hanya ytanah dan hubungan persahabatan, sambil tetap menutupi tujuan yang sesungguhnya – mengusir orang Aeab-Palestina. Sesuai buku-buku Theodore Herzl tetntan perlunya tindakan “kehati-hatian dan kewaspadaaan”, bahkan di saat senja kolonialisme, gagsan yang nerisi niat untuk mengusir penduduk asli setempat untuk memeberikan ruang bagi imigran asing dianaggao berbau terlalu sinis, sehingga para perintis Zionisme berupaya menghindarinya demi pertimbangan politik, serta demi kebutuhan untuk memelihara hubungan baik dehari-hari dengan jiran mereka. Sehingga rencana untuk mengusir orang Arab-Palestunaitu kenudian secra eufemistik di kalangankaum Zionis dan dunia luar dikenal sebagai “masalaj pengalihan:. Kepada publik, kaum Zionis menekankan betapa manfaat yang akan didapat oleh masyarakat Arab-Palestina dan kesultanan Usmaniyah dengan kehadiran imigran Yahudi yang baru yang akan membawa serta bersama mereka odal, ilmu pengetahuan, dan hubungan dengan jaringan internasional.


Pengusiran Orang Arab-Palestina

Pada tahun 1905 Israel Zangwill, seorang organisator zionosme di Inggris dan salah seorang propagandis Zionosme terkemuka yang menciptakan slogan, “sebuah tanah air tanpa rakyat untuk rakyat anpa tanah air”, mengakui di Manchester, bahwa Palestina bukanlah tanah tanpa rakyat. Sebenarnya tanah itu dihuni oleh bangsa Arab, “(Kami) menyiapkan diri, untuk mengusirdengan pedang kablah-kabilah (Arab) itu sebagaimana yang dilakukan nenek-moyang kami, atau menghadapi hadirnya penduduk asing dalam jumlah besar, tarutama kaum Mohammedan yang selama berabad-abad terbiasa menghinakan kami”24. Komentar itu disuarakan pada waktu dimana ada 645.000 juwa orang muslim dan Kristen di Palestina, sementara hanya ada 55.000 jiwa orang Yahudi, sebagian besar non-Zionis atau anti-Zionis, yang terutama tinggal di kawasan Orthodoks Jerusalem dan kota-kota lainnya25.

David Ben-Gurion, tokoh yang bersama Theodore Herzl dan Chaim Weizzman, menjadi salah seorang penggagas negara Israel, dengan gamblang menjelaskan hubungan antara Zionisme dengan pengusiran sebagai berikut, “Zionisme adalah pemindahan orang Yahudi.Pemindahan orang Arab jauh lebih mudah daripada cara-cara lainnya.”26. Atau, sebagaimana ditandaskan cendekiawan Israeli, Benjamin Beit Hallahmi, “Kalau masalah dasar yang dihadapi oleh Yahudi Diaspora adalah bagaimana bertahan hidupsebagai kaum minoritas, maka masalah dasar Zionisme di Palestina adalahbagaimana melenyapkanpenduduk aslidan menjadikan kaum Yahudi sebgai mayoritas”.27




Poster-poster Zionis mengajak kaum Yahudi bermigrasi ke "Tanah yang Dijanjikan"

Pada tahun 1914 menjelang Perang Dunia ke-1 ada kira-kira 604.000 jiwa penduduk Arab-Palestina dan hanya ada 85.000 orangYahudi di Palestina, suatu kenaikan kira-kira 30.000 orang Yahudi dalam jangka waktu satu dasawarsa28. Meskipun kenaikan itu relatif rendah, namun bagi sebgaian besar orang Arab-Palestina makin jelas bahwa Zionisme merupakan suatu ancaman permanen yang kian meningkat, betapapun lambannya perkembangannya. Kesadaran yang mulai tumbuh ini meluas di kalngan keluarga Arab-Palestina terkemuka, kaum cendekiawan, dan para pengusahanya. Setelah mendengarkan klaim kaum Zionis dan para perintisnya selama dua dasawarsa, banyak kalangan terkemuka Arab-Palestina menjelang Perang Dunia ke-1 mulai mengakuinya, jika sekiranya berhasil mencapai tujuan-tujuannya, Zionisme artinya tidak lain adalah penghapusan banyak atau seluruh masyarakat Arab-Palestina, baik muslim maupun Kristen.

Desakan penggusuran orang Arab-palestina oleh imigran Yahudi menghidupkan angin nasionalisme Arab yang mulai bertiup merambah ke segenap dunia Arab, kegiatan poitik meningkat di Palestina selama tahun 1908-1914. Sejumlah surat kabar dan organisasi poitik lokal yang memperjuangkan hak-hak rakyat Arab bermunculan di masyarakt Arab-Palestina. Terlepas dar program mereka yang beragam,hampir semua kelompok tersebut memiliki garis yang sama, yakni anti Zionisme. Sebuah selebaran tanpa nama di Jerusalem pada 1914 menulis, “Saudara-saudara! Apakah kalian bersedia menjadi budak an hamba sahaya dari suatu kaum yang terkenal jahatnya di dunia dan dalam sejarah? Maukah kalian menjadi budak dari mereka yang datang menemui kalian hanya untuk mengusir dari negeri kalian, dengan mengklaim bahwa tanah ini milik mereka?”29.

Ketika PD I pecah, seluruh argumen Arab masih terus bergaung hingga hari ini, permusuhan Arab-Yahudi telah menjadi masalah permanen yang di kemudian hari membuatnya menjadi konflik terbuka.

Diantara akivis muda Arab-Palestina edapat seorang anak-belasan tahun, Muhammad Amin Husseini, putera dari suatu keluarga kaya yang selama berabad-abad telah memegan kontrolatas berbagai kedudukan penting di bidang agama dan poitik. Pada usia 13 tahun, pada tahun 1913, Amin Husseini telah memimpin sebuah perkumpulan yang tidak berusia panjang dan mulai menulis selebaran yang menyerang kaum imigran Yahudi. Sebagai seorang asionalis Arab yang masih baru, ia di kemudian hari akan menjadi musuh terbesar kaum Yahudi. Pada tahun 1921, ketika berusia 21 tahun ia terpilih menjadi mufti Jerusalem, suatu jabatan yang telah diduduki oleh leluhurnya,kecuali untuk beberap interupsi, selama berabad-abad sejak abad ke-17, jabatan yang menempatkan Amin Husseini sebagai pemimpin Arab-Palestina30. Sejak saat itu sampai dengan berdirinya negara Israel, Husseini menggunakan segenap kemampuannya untuk mencegah kaum Zionis mendirikan negara mereka.

Amin Husseini dan kaum terkemuka Arab-Palestina lainnya tidaklah polos. Mereka elah bergulat berabad-abad lamanya dengankesultanan Usmaniyah dan fasih dengan intrik-intrik halus istana, mapun bahaya dan keuntungan hubungan komunitas yang kompleks antara musim, Kristen, Yahudi, Druze, dan lain-lain, yang hidup berdampingan dengan masyarakat Arab-Palestina. Meskipun mereka memperhitungkan ancaman Zionisme dan kekuatan mereka sendiri pada PD I, termasuk hak-hak mereka sebagai kelompok mayoritas dan kelemahan klaim kaum Zionis atas Palestina yang hanya didasarkan pada alasan pernah menghuni Plaestina 2000 tahun yang silam, namaun mereka kurang memiliki pemahaman yang rumit tentang dunia Barat. Mereka tidak mampu bersaing dengan pengaruh Yahudi di Inggris dan Amerika Serikat, dan mereka memandang enteng kecenderungan kesejarahan di Barat yang mendukung berdirinya sebuah negara Yahudi.
Bagi kaum Zionis hanya tersisa dua atrategi intuk merebut kekuasaan: men-delegitimasi-kan orang Arab-Palestina dimana kaum Zionis telah sangat berhasil membuktikan selama beberapa tahun terakhir; dan, melempar mereka melalui cara tidak membuka lapangan kerja, atau melalui pengusiran secara paksa. Untuk beberapa lama para perintis Zionisme berpegang pada kepercayaan bahwa orang Arab-Palestina akan dapat dikeluarkan melalui meniadakan lapangan kerja bagi mereka. Strategi itu kentara sekali bagi pengamat luar, seperti Lomisi King-Crane dari Amerika Serikat yang menyerahkan laoran mereka tentang Palestina pada tahun 1919, “Kenyataan mencuat berulang-kali dalam perundingan Komisi dengan perwakilan Yahudi bahwa kaum Zionis berharap mengusir sepenuhnya secara praktis penduduk non-Yahudi yang ada di Paletsinamelalui berbagai cara pembelian tanah”. Laporan itu menambahkan bahwa, “penduduk non-Yahudi berjumlah hampir 90 persen dari keseluruhan”.31

Dalam lingkungan terbatas, “masalah pengalihan” penduduk Arab-Palestina tetap merupakan topik diskusi yang berlamjut di kalngan dalam majelis Zionisme selama setngah abad sampai dengan pengusiran secara besar-besaran orang Arab-Palestina pada tahun 194833. Sementara di antara kaum Zionis ada oposisi terhadap gagasan "pengalihan" itu atas dasar kemanusiaan, tetapi logika Zionisme mengharuskan tidak ada pilihan lain daripada men-delegitimasi-kan mayoritas orang Arab-Palestina, atau mengatasijumlah mereka untuk mencapai terbentuknya negara Yahudi. Tetapi mencapai suatu mayoritas Yahudi ternyata tidak realistik. Bahkan pada tahun 1947, setelah bermigrasi hampir enam dasawarsa, hanya ada 589.341 orang Yahudi di antara penduduk Arab-Palestina yang 1.908.775 orang34. Majelis Zionisme memutuskan untuk mengatasi "masalah pengalihan" itu dengan menempuh jalan terorisme seraya menutupnya dengan aksi propaganda yang intensif.

Orang Arab-Palestina menempati kedudukan yang tidak menguntungkan dengan ketidak-mampuan mereka melawan propaganda Zionisme di Barat, yang menggambarkan orang ArabPalestina sebagai kaum yang bodoh, kotor, anti-Kristen, yang tidak perlu didukung. Meski tidak terlalu berhasil pada saat itu mendirikan sebuah negara Yahudi, namun usaha itu sangat efektif mendelegitimasi-kan dan menteror orang Arab-Palestina.

Bersamaan dengan itu kaum Zionis menggunakan usaha apa saja untuk memperkuat stereotipe yang anti-Islam, semacam propaganda yang tak syak lagi pernah mereka lakukan sebelum Perang Salib. Orang Arab- Palestina digambarkan sebagai makhluk yang culas dan kotor dalam berbagai laporan berita (kemudian film dan teve pada masa kini), serta dalam setiap seminar, pamflet, dan wawancara. Hal itu menjadi sebuah proses yang masih terus berlanjut sampai dengan masa kini, bahkan sesudah pengakuan timbal-balik Israel-PLO pada tahun 1993 di Oslo.

Perhatian yang luas dicurahkan untuk memahami bagaimana kaum Zionis awal berhasil merebut tanah Palestina, tetapi hanya reJatif sedikit studi yang difokuskan dan menempatkan kaum mayoritas Arab-Palestina. Tanpa kekuasaan ada dalam tangan kaum Yahudi, kaum Zionis menyimpulkan nasib mereka tidak akan lebih baik daripada di Eropa, mengingat gerakan Zionisme tumbuh khususnya sebagai suatu cara untuk menghindarkan diri dari anti-Semitisme, pogrom, ghetto, dan status minoritas.

Akar dari Zionisme menyentuh jauh ke dalam psyche penderitaan orang Yahudi. Tetapi penyebab utama kemunculannya yang bermula pada penghujung abad ke-19 itu adalah terjadinya gelombang migrasi secara massif sebagai akibat diberlakukannya 'pogrom' di Rusia pada tahun 1881 dan meluasnya sikap anti-Semitisme di seluruh Eropa Timur pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Perorangan, keluarga, dan bahkan seluruh komunitas Yahudi, melarikan diri untuk menghindari teror anti-Semitisme. Sampai dengan pecahnya Perang Dunia ke-l pada tahun 1914, kira-kira 2,5 juta orang Yahudi meninggalkan Rusia dan negara-negara Eropa lainnya, sebagian besar dari mereka melarikan diri ke Barat, khususnya ke Amerika Serikat, Kanada, Amerika Latin, dan Australia. Dan kurang dari 1 % pindah ke Palestina dan menetap disana34. Pada intinya inilah alasan paling mendasar tentang Zionisme - keputus-asaan yang mendalam - ternyata anti-Semitisme tidak dapat dihilangkan selama orang Yahudi hidup di tengah-tengah masyarakat non-Yahudi.

Hal ini bukan perasaan yang umum terdapat pada orang Yahudi, terutama di antara kaum cendekiawan dan pebisnis yang telah berhasil berasimilasi di dalam masyarakat dengan sistem demokrasi Barat, atau telah mendapatkan rasa aman yang dijamin oleh hak kebebasan beragama. Sejatinya Zionisme tetap merupakan gerakan kelompok minoritas di antara kaum Yahudi sampai memasuki abad ke-20.

Ada juga kelompok anti-Zionisme yang cukup kuat dan vokal, seperti the American Council for Judaism di Amerika Serikat pada dasawarsa 1950-an, yang menganggap "ke Jerusalem tanpa tuntunan Al-Masih adalah penyimpangan dari Taurat". Salah satu buah dari kemenangan Israel dalam Perang 1967 atas bangsa-bangsa Arab ialah penerimaan final atas Zionisme sebagai makna politik oleh hampir segenap masyarakat Yahudi sejak itu.

Bahkan pada masa bayinya Zionisme telah menikmati dukungan kuat baik dari London maupun Washington. Terlebih-Iebih adanya masalah sosial yang ditimbulkan oleh migrasi orang Yahudi secara massif, meyakinkan para pemimpin Barat untuk mendukung gagasan adanya negara Yahudi. Hal itu dikarenakan banjirya emigran Yahudi yang meminta suaka ke negara-negara tersebut begitu besar jumlahnya dari tahun ke tahun, sampai-sampai suatu ketika hal itu memicu berbagai kerusuhan anti-imigrasi di London, dan menuntut undang-undang imigrasi yang restriktifbaik di Inggris maupun di Amerika Serikat36.

Pembentukan negara Yahudi merupakan jalan keluar untuk meniadakan imigran Yahudi, dan dengan itu sekaligus menenangkan badai politik berkenaan dengan undang-undang imigrasi. Bahwa tidak banyak pertimbangan yang dipikirkan oleh para politisi terhadap dampak yang dapat timbul terhadap penduduk Arab-Palestina tidaklah mengherankan dalam lingkungan pada masa itu.

Di Palestina sendiri, kesultanan Usmaniyah yang telah memerintah Palestina selama 400 tahun, bukannya tidak menyadari akan bahaya terhadap tata yang telah ada dihadapkan dengan kemungkinan imigrasi Yahudi yang tak-terbatas. Meskipun hanya ada 60.000 orang dari 2,5 juta yang melarikan diri dari Eropa Timur yang menjadi penduduk menetap di Palestina sampai dengan Perang Dunia ke-l, bahkan jumlah sekecil itu pun merasa sebagai orang-orang yang tidak disenangi37.


Deklarasi Balfour

Pada tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia Ke-l. Dalam perang tersebut daulah Usmaniyah memihak Jerman. Memanfaatkan situasi yang ada Chaim Weizmann pada tahun 1917 menulis surat kepada Parlemen Inggris untuk meminta dukungan dan persetujuan Inggris untuk membentuk sebuah negara Yahudi di Palestina. Pada tanggal 2 Nopember 1917 menteri luar-negeri Inggris Lord Balfour mengirimkan nota kepada Parlemen Inggris dengan isi, antara lain, "Menurut pendapat pemerintah Inggris, mempertahankan Terusan Suez akan mencapai hasil maksimal dengan mendirikan suatu negara Palestina yang terikat dengan kita. Dan mengembalikan orang Yahudi ke Palestina di bawah pengawasan Inggris akan menjamin rencana ini" Parlemen Inggris memberikan persetujuannya, dan dengan dasar dukungan itu Lord Balfour kemudian mengirim surat pada hari yang tidak jauh berselang kepada Baron Rothschilds yang intinya berbunyi, "Pemerintahan Sri Baginda dengan segala senang hati merestui pembentukan Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina, dan akan menggunakan segala upaya untuk memfasilitasi tercapainya tujuan ini".

Dukungan Inggris kepada terbentuknya negara Yahudi itu terkait erat dengan kepentingan imperialisme global Inggris sebagaimana ditegaskan oleh Winston Churchill pada tahun 1921, menteri luar-negeri Inggris pada waktu itu, bahwa "Kalau Palestina tidak pernah ada, maka menurut keyakinan saya, demi kepentingan Imperium, ia harus diciptakan".


Daftar Pustaka

1. Suara Hidayatullah - Edisi Sya'banJRamadhan 1420H/Desember 1999.
2. Ronald Sanders, 'Shores of Refuge: A Hundred Years of Jewish Emmigration', Henry Holt and Company, New York, 1988, h.121.
3. Connor Cruise O'Brian, 'The Siege: The Saga of Israel and Zionism', Simon and Schuster, New York, 1986, h. 91.
4. Phillip Mattar, 'The Mufti of Jerusalem: AI-Hajj Amin Al-Husyni, and the Palestinian National Movement', Columbia University Press, New York, 1993, h. 7-10.
5. Neville J.Mandel, 'The Arabs and Zionism Before World War II', University of California Press, Berkeley, 1976, h. 18-19.
6. Tessler, h. 127.
7. Mandel, h. 21.
8. Edward Said, 'A Profile of the Palestinian People', h.235-239; Edward Said and Christopher Hitchens, eds. 'Blaming the Victims', Verso, New York, 1988.
9. Raphael Patai, ed., 'The Complete Diaries of Theodore Herzl', translated by Harry Zohn, Herzl Press and Thomas Yose1off, New York, 1960, h.88-89; Nur Masalha, 'Expulsion of the Palestinians: The Concept of 'Tranfer' in Zionist Political Thought 1928-1948', Institute of Palestinian Studies, Washington, DC., 1992, h.9; John Quigley, 'Palestiner and Israel: Challenge to Justice', Duke University Press, Durham, 1990, h.5.
10. David McDowall, 'Palestine and Israel: The Uprising and Beyond', University of California Press, Berkeley, 1989, h.196.
11. Leonhard, h.119; Khalid Walidi, 'The Jewish-Ottoman Land Company:Herzl's Blueprintfor the Colonization of Palestine', Journal of Palestine Studies, Winter 1993.
12. Neville Barbour, 'A Survey of the Palestine Controversy', Institute of Palestine Studies, Beirut, 1969, h. 45.
13. Howard M. Sachar, 'A History of Israel: From the Rise of Zionism to Our Time', Tel Aviv, Steimatzky's Agency, 1976, hA4-46.
14. Walid Khalidi, ed. 'From Haven to Conquest: Readings in Zionisme and Palestine Problem Until 1948', Washington, DC., Institute for Palestine Studies, 2nd Edition, 1987, h.xxii.
15. Howard M. Sachar, h. 47.
16. Desmond Stewart, 'Theodor Herzl', Hamish Hamilton, London, 1974, h.275.
17. L.M.C. van der Hoeven Leonhard, 'Shlomo and David: 'Palestine 1907', in Khalidi, h. 119.
18. Tessler, h.126.
19. Barbour, h. 50.
20. Howard M. Sachar, h. 62-63.
21. Ibid., h. 63.
22. Ibid., h. 128.
23. Ibid., h. 128.
24. Masalha, h.lO.
25. Ibid. h.39.
26. Ibid., h.159.
27. Benjamin BeitHaUahmi, 'Original Sins: Reflections on the History of Zionism and Israel', Olive Branch Press, New York, 1993, h.72.
28. Tessler, h. 145.
29. Ibid., h. 144.
30. Matter, h. 27.
31. Ralph H. Magnus, ed., 'Documents on the Middle East', American Enterprise Institute, Washington, DC., 1969, h. 32-33.
32. A vineri, h. 156.
33. Masalha, h. 15, 49.
34. Janet L.Abu Lughod, 'The Demographic Transformation of Palestine', dalam Ibrahim Abu Lughod, ed., 'Transformation of Palestine', 2nd Edition, Northwestern University Press, Evanston, 1987, h. 155.
35. Shlomo Avineri, 'The Making of Modern Zionism: The Intellectual Origins of the Jewish State', Basic Book Inc., New York, 1981, hA-5.
36. Khalidi, h.xxix-xxxi.
37. Tessler, h. 61.

Sabtu, 26 Juni 2010

Humor......Tertawalah Kawan

neh Buku keren and Gokil abis dech pokoknya....gak rugi klo lu baca neh buku....klo gak percaya download aja sendiri disini.....jangan salahin gw ya klo lu gak baca...ntar gak bakal di gratisin lagi loh...wkwkwk

Jumat, 25 Juni 2010

Tentang PORSIGAL

Pendidikan Olah Raga Silat Indah "Garuda Loncat, atau yang lebih dikenal dengan PORSIGAL merupakan salah satu cabang seni bela diri pencak silat. PORSIGAL PUSAT saat ini berada di bawah Yayasan Garuda Loncat dan berkedudukan di Padepokan Kridho Pamungkas Jati, beralamatkan di Desa Kerjan, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Telp. (0342)551609.
PORSIGAL didirikan di Blitar, pada tanggal 02 Maret 1978 sebagai pengembangan dari
silat SENTONO warisan HEYANG AGENG RADEN TUMENGGUNG HASAN WITONO yang wafat tahun 1878. Heyang Ageng Tumenggung Hasan Witono adalah salah satu pengawal Pangeran Diponegoro, yang setelah perang Diponegoro usai, Beliau berkelana ke arah timur(Blitar) dan meninggal di Desa Kerjen, Kecamatan Srengat, Blitar, Jawa Timur. Makam Beliau ada di Desa Kerjen tersebut dan terawat hingga kini.

PORSIGAL sebagai Organisasi Pencak Silat yang beraqidahkan Islam, berdasarkan / berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945.
PORSIGAL didirikan dengan maksud untuk menghimpun dan membina serta menyalurkan potensi para pendekar Pencak Silat dan atau siapa saja yang mempunyai perhatian terhadap generasi muda di bidang sosial-budaya, kesehatan, olah raga dan atau pendidikan mental-fisik dengan sarana Pencak Silat yang merupakan olah raga bela diri tradisional kekayaan budaya Bangsa Indonesia yang harus dilestarikan.

PORSIGAL untuk itu, bertujuan ikut serta mencapai cita-cita pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas, manusia seutuhnya yang memiliki watak pekerti luhur, pribadi yang tangguh mental-fisiknya karena giat ‘MESU OLAH KRIDANING TOTO JASMANI-ROHANI’, sehingga siap mengisi Pembangunan Nasional dalam rangka dan upaya mencapai cita-cita kemerdekaan yang hakiki.

Pengasuh Padepokan,
sekaligus Guru Besar PORSIGAL saat ini adalah KH. Gholib Thohir.

MAKNA LAMBANG PORSIGAL

 



WARNA HITAM

Berarti, bahwa PORSIGAL harus memiliki kekuatan dan kebulatan tekad untuk melaksanakan prinsip:

“ TITI, TOTO, TATAG, TUTUG, TANGGON”

dalam menekuni Pencak Silat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan kemanusiaan dalam menghadapi tantangan kehidupan serba neka ragam coraknya.


SAYAP GARUDA BERWARNA KUNING, MENGAPIT BOLA DUNIA

Merupakan penggambaran asas:

“GARUDHO HANGRANGSANG BAWONO”

Rajawali yang siap menguasai jagad raya, adalah penggambaran sifat dan sikap gelora jiwa muda yang penuh kegagahan dan keberanian, penuh vitalitas, selalu siap menghadapi tantangan kehidupan tanpa rasa takut, rasa khawatir dan kecil hati, semata-mata karena percaya diri Sebagai hamba Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa untuk Murbo Waseso Dunia (Khalifah Allah di muka Bumi).


CAKRA BERMATA DELAPAN YANG MERUPAKAN ARAH DELAPAN MATA ANGIN

Merupakan penggambaran asas “ ASTHO MULAT” (delapan sudut pandang / delapan dimensi) yang berarti, bahwa setiap warga besar PORSIGAL pada peringkat atau tahap/ tingkat tertentu dalam pengendapan kejiwaan, diharapkan telah memiliki pandangan/ wawasan luas baik tentang kehidupan persilatan maupun tuntutan kehidupan di masyarakat dan dunia ramai.
Setiap mata cakra bercabang 3 (tiga) artinya, di dalam memahami dan memasuki pergaulan dunia yang luas, ilmu silat yang dimiliki harus dijabarkan dengan prinsip TETELUNING ATUNGGAL (TRILOGI) yakni keseimbangan Olah Jasad / Jasmani, Olah Nalar (Inthidhar, akal fakir) dan Olah Nolo (Hati, kalbu) atau keseimbangan antara “ CIPTO, ROSO, KARSO atau KARYO” sehingga indah seperti kuncup bunga yang hendak mekar, menawan hati.



NYALA API LIMA BERWARNA PUTIH, MEMBENTUK RANGKAIAN HURUF ARAB BERBUNYI “ALLAH” DENGAN MASING-MASING HURUF BERUJUNG TIGA

Merupakan gambaran asas:

“ CIPTO JATI HAROSO TUNGGAL”

(Hakikat menyatunya diri dengan Sang Pencipta, menyatunya makhluk dengan Khaliqnya) yang artinya pada peringkat tertentu setiap warga PORSIGAL akan mencapai pengendapan kejiwaan yang khusu’, tenggelam dalam berdzikir dan selalu muqorobah dengan diiringi semangat tafakur (berfikir tentang Kebesaran Allah SWT) dengan sepenuh kesucian niat dan hati, merupakan perwujudan / praktek penghayatan dan pengamalan secara hakiki jiwa Pancasila dengan hiasan pribadi yang penuh IMAN, ISLAM dan IHSAN.



SENJATA TRISULA

Berarti, bahwa PORSIGAL dengan berbekal ilmu silat dalam berbagai dimensinya, selalu siap siaga membela negara, bangsa dan agama Sebagai Satria Pinuji, dengan landasan kebenaran, keadilan dan kesucian.
Pada sisi lain, TRISULA tersebut menggambarkan semangat melakukan pembelaan umum dengan sesanti:

“SURO DIRO JOYONINGRAT miwah JOYO-JOYO KAWIJAYAN ing tembe LEBUR DENING KASUDIBYAN; SUDIBYANING LELABUHAN, LABET LABUH, LELADI PROJO HAMBENGKAS RUBEDANING SAMI, HANGRUKEBI AGOMO AGEMING AJI”.


LIMA WARNA DOMINAN DALAM LAMBANG (MERAH, KUNING, HIJAU, PUTIH, HITAM)

Merupakan penggambaran 5 (lima) asas Kepribadian PORSIGAL dalam segala suasana dan cuaca, dalam segala tempat dan keadaan, yakni setiap warga besar PORSIGAL harus selalu berusaha untuk menjadi manusia taqwa yang berkualitas dengan mendasari pribadi pada sikap dan sifat pinuji:
• Ngobah Mosikake Saliro;
• Ngolah Kridhaning Nalar;
• Hamanjing Ajur-ajer;
• Tepo Seliro;
• Mandireng Pribadi.
Yaitu aktif dan kreatif, SUPEL dalam BERGAUL tetapi TEGAS dalam PRINSIP, memiliki toleransi dan sikap tenggang rasa yang tinggi dan selalu percaya diri pribadi semata-mata sebagai hamba Allah SWT yang harus mandiri.

Tentang Wanita

Sungguh mulia di hadapan Allah SWT....mengapa tidak ??? Allah SWT menciptakan wanita dengan waktu yang sangat lama di bandingkan menciptakan Nabi Adam as...jika anda tidak percaya anda boleh download sendiri disini dimana mulianya wanita itu...hanya saja ada kekurangan yang tidak di sadari oleh kaum wanita...silahkan anda baca sendiri aja ya...semoga bermanfaat...

Kamis, 24 Juni 2010

Rasulullah Sang Penegak Tauhid Sejati

Rasulullah Sang Penegak Tauhid Sejati
Allah telah membangkitkan Rasulullah saw di dunia untuk menegakkan tauhid-Nya yang murni. Mulai dari sejak kecil sedemikian rupa dari sisi-Nya Dia telah siapkan sehingga qalbu beliau Dia telah jadikan bersih, suci dan cemerlang. Mulai dari sejak kecil Dia telah menyemaikan di dalam diri beliau benih kecintaan kepada diri-Nya dan kebencian terhadap syirik.
Bahkan sebelum kelahiran beliau Dia telah memberitahukan kepada ibunda beliau prihal nur/cahaya yang akan tersebar ke seluruh dunia. Kemudian dunia menyaksikan bahwa bagaimana ru'ya yang ibunda Aminah telah saksikan itu telah menjadi terbukti kebenarannya.
Syariat sempurna Allah turun pada beliau tepat waktunya. Dan nur itu telah tersebar ke segenap penjuru di dunia. Sebuah gejolak kecintaan kepada Tuhan Yang Esa-lah yang telah merampas tidur nyenyak malam-malam beliau dan telah merampas ketenangan dan ketenteraman hari-hari beliau. Jika keresahan itu ada dalam diri beliau maka itu hanya satu, yaitu bagaimana dunia mulai menyembah Tuhan yang Esa, mulai mengenal akan Tuhan yang menciptakan mereka. Untuk menyampaikan amanat itu beliau harus menahan berbagai macam kesusahan dan menghadapi berbagai macam penderitaan. Tetapi kesusahan dan penderitaan tidak dapat mencegah beliau untuk beribadah dan menahan beliau untuk menyampaikan amanat Tuhan yang Esa.

Tugas untuk menjadikan orang-orang menjadi supaya beribadah kepada Allah yang Allah telah serahkan kepada beliau, itu sesudah turun perintah-perintah (Allah) kepada beliau, jelas beliau pasti akan kerjakan. tetapi, dari sejarah kita melihat bahwaa hati beliau dari sejak masih kanak-kanak telah bersih dari kemusyrikan dan telah menjadi kalbu yang tunduk kepada Tuhan yang Esa. Tuhan dari sejak kecil telah memurnikan hati itu untuk-Nya. Kapan saja pada saat masih masa kanak-kanak akibat tekanan siapapun yang besar dari antara mereka harus pergi ke acara yang berbau kemusyrikan maka Allah sendiri yang meyiapkan sarana untuk mencegah beliau dari itu, Allah sendiri yang menciptakan sarana untuk perlindungan beliau.

Terkait dengan ini, dalam buku sejarah tertera sebuah riwayat bahwa Ummu Aiman meriwayatkan bahwa " Bawwaanah" adalah merupakan tempat penyembahan berhala dimana orang-orang Quraisy biasa hadir disana dan mereka sangat memuliakannya dan mereka memberikan pengurbanan - pengurbanan disana, mencukur rambut dan dalam setahun mereka melakukan i'tikaf sehari sampai malam. Abu Talib juga dengan kaum beliau biasa berkunjung kesana dan kepada Rasulullah saw juga beliau katakan untuk pergi bersama-sama ( pada saat beliau masih kanak-kanak ) tetapi beliau (saw) menolak untuk pergi. Ummu Aiman menuturkan bahwa saya melihat Abu Talib dan bibi-bibi beliau pada satu kali sangat marah pada beliau dan mereka mengatakan," Kamu ini menghindar dari sembahan-sembahan kami, karena itu kami senantiasa khawatir berkenaan dengan dirimu dan mereka mengatakan, hai Muhammad ! (saw) apa yang engkau inginkan, kenapa engkau tidak hadir bersama kaummu dan kenapa kamu tidak berkumpul untuk itu? ". Akibat tekanan mereka yang terus menerus pada suatu saat beliau pergi, tetapi sebagaimana yang Allah kehendaki beliau kembali dari sana dalam keadaan sangat resah dan ketakutan. Maka kerabat dan famili beliau menanyakan pada beliau bahwa apa yang telah tearjadi. Beliau menjawab bahwa saya takut kalau syaitan menjamah saya. Maka mereka mengatakan bahwa Allah tidak akan menjerumuskan engkau dalam khayalan –khayalan syaitan dalam keadaan mana di dalam dirimu terdapat kebiasaan-kebiasaan yang baik. Apa yang engkau lihat, apa yang menyebabkan engkau merasa ketakutan ? Beliau bersabda bahwa begitu saya masuk mendekati sebuah patung maka seorang yang tinggi besar menjelma di hadapan saya dan mengatakan, hai Muhammad ! berhenti, jangan menyentuh itu. Ummu Aiman mengatakan, kemudian mereka pun tidak lagi menyuruh beliau untuk pergi hadir disana hingga beliau dianugerahi pangkat kenabian.( Siiratul halbiyyah jilid awwal bab ma hafidhahullah taala bihi fi shigarihi min ummihil jaahiliyyah ) Jadi, inilah persiapan-persiapan yang dengan perantaraan itu Allah melindungi hati yang bersih dan murni itu.

Tauhid di masa muda rasulullah saw


Kemudian, perhatikanlah masa muda beliau, bagaimana beliau biasa pergi ke sebuah goa untuk melakukan ibadah pada Tuhan yang Esa. Beliau melewati sampai beberapa hari di goa Hira. Dalam kesendiriannya beliau melakukan percakapan rahasia dengan Tuhan beliau dan melakukan ibadah pada-Nya. Melihat ini kaum beliau pun mengatakan bahwa Muhammad jatuh cinta pada Tuhan-nya.

Dalam kaitan ini Mirza Ghulam Ahmad mengatakan: " Rasulullah saw menjadi pecinta satu Wujud itu dan telah menjadi gila pada-Nya. Hasilnya dia mendapatkan yang tidak pernah didapatkan oleh siapapun di dunia. Beliau sedemikian rupa cintanya kepada Tuhan sehingga orang-awam pun mengatakan
عشق محمد على ربه –'asyiqa muhammadun 'ala rabbihi -Muhammad saw telah jatuh cinta pada Rabb-nya.


Kemudian perhatikanlah pada masa muda beliau satu contoh kebencian beliau pada berhala. Tatkala Rasulullah bersama Abu Talib berjumpa dengan seorang pendeta - Buhairah- pada saat perjalanan ke Syam, maka dia menanyakan, hai putra ningrat ! Saya menanyakan kepada engkau atas nama Lat dan Uzza, berilah jawaban kepada saya. Buhairah menanyakan menyebut nama berhala-berhala itu sebab inilah cara untuk menanyakan kepada orang-orang Quraisy ( Lat dan Uzza adalah berhala mereka yang paling besar) Maka Rasulullah saw dalam memberikan jawaban berkata bahwa janganlah menanyakan kepada saya dengan menyebut nama-nama berhala-berhala itu sebab saya sangat benci kepada keduanya. Sesudah itu Buhairah melanjutkan pembicaraannya dengan menyebut nama Allah. (Assiratunnabawiyyah liibni HisyamAl-ma'ruf sirat Ibni Hisyam Kisah Buhairi hal.145)

Kemudian tertera sebuah riwayat yang dari itu menjadi jelas kebencian beliau pada berhala, yang hanya dan hanya merupakan sebuah ungkapan beliau tetap hamba Allah. Kisahnya adalah demikian. Ibnu Umar r.a meriwayatkan bahwa sebelum turun wahyu kepada beliau beliau berjumpa dengan Zaid bin Umar. Maka makanan dihidangkan di hadapan Rasulullah saw. Beliau menolak untuk makan dari itu. Kemudian beliau mengatakan bahwa saya bukanlah orang yang makan dari apa yang kamu sembelih atas nama berhala. Dan saya tidak makan kecuali yang disembelih atas nama Allah (Bukhari kitabul manaaqib bab hadiitsu Zaidibni Umar bin Naqil) . Beliau menolak untuk mamakannya dan beliau bersabda bahwa saya bukanlah orang yang memakan yang kamu sembelih atas nama berhala. Jadi inilah hati yang di dalamnya tidak ada yang lain kecuali hanya cinta kepada Tuhan.

Tauhid di masa Masa kenabian Rasulullah

Kemudian tatkala zaman kenabian mulai maka sebuah dunia menyaksikan pemandangan دَنَا فَتَدَلَّى-danaa fatadalla (Kemudian dia dekat, maka Allah menjadi dekat padanya) dengan syarat ada mata untuk melihat. Setiap hari yang terbit dan beranjak naik menampakkan permisalan dua orang yang saling mencintai, yakni menampakkan pertanda Allah dan Muhammad saw menjadi tambah lebih dekat. Sebagaimana paman beliau, ketika karena rasa takut pada orang-orang kafir Mekah beliau berusaha mencegah beliau untuk menyebarkan amanat Allah. Maka pecinta sejati Rasulullah saw itu betapa indah jawaban yang dia berikan, inilah kisahnya yang didapatkan.

Ibnu Ishak meriwayatkan," Dan selain itu banyak lagi orang-orang yang berada disana, semua itu datang kepada Abu Talib dan mengatakan hai Abu Talib ! Atau engkau melarang keponakan Engkau ( Muhammad saw) supaya dia jangan mejelek-jelekkan berhala-berhala kami dan janganlah menyatakan nenek moyang kami jahil dan sesat. Kalau tidak berilah izin kepada kami untuk menuntut balas sendiri dari dia, sebab dalam memusuhinya kamupun ikut beserta kami, yakni kamupun seperti kami tidak menjadi orang Islam. OIeh karena itu kamu janganlah menjadi penghalang di antara kami dan dia.

Abu Talib dengan sangat sopan santun memberikan jawaban pada mereka dan melepaskan mereka dengan penuh rasa senang hati. Dan Rasulullah saw seperti itulah terus memproklamirkan agama beliau, kendati kepada beliau telah diperingatkan. Kebencian Quraisy pada Rasulullah saw itu dari waktu ke waktu terus bertambah membara sehingga untuk kedua kali mereka kembali pergi kepada Abu Talib dan mereka mengatakan: Hai Abu Talib ! kamu adalah seorang yang mulia dan lanjut usia, dan kami menganggap kamu sebagai seorang yang terpandang. Kami telah memohon kepadamu untuk melarang keponakanmu itu , tetapi kamu tidak melarangnya. Demi Tuhan, kami tidak dapat bersabar atas perkara berhala-berhala kami dan nenek moyang kami dikatakan dengan kata-kata yang kasar. Atau kamu sendiri yang menyingkirkan hal itu atau prilakunya itu, kalau tidak kami mengatakan kepadamu bahwa dari antara kedua belah pihak pasti salah satu pihak ada yang akan binasa. Setelah mengatakan itu mereka kemudian pergi.

Abu Talib sangat cemas akan kebencian dan pengucilan kaumnya itu dan karena sebab-sebab itulah beliau terpaksa tidak dapat beriman kepada beliau dan tidak pula dapat menarik diri untuk tidak menolong beliau saw. Beliau tidak disini dan tidak pula disana. Maka Ibnu Ishak mangatakan: Tatkala orang Quraisy mengadukan kepada Abu Talib, maka Abu Talib membawa pesan ini kepada Rasulullah saw bahwa, hai keponakanku ! Kaummu datang kepada saya untuk menyampaikan begitu banyak keberatan-keberatan mereka. Maka saya menganggap bahwa kamu janganlah berbicara tentang sesuatu yang akan menghacurkan jiwamu dan jiwaku dan janganlah kamu menyakiti saya dengan pekerjaan yang sedemikian rupa yang aku tidak mampu untuk memikulnya. Perawi mengatakan bahwa Rasulullah saw menyangka bahwa kini paman saya tidak dapat menolong saya dan beliau saw memberikan jawaban padanya bahwa, hai pamanku ! jika orang-orang ini meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku maka saya tetap tidak akan meninggalkan pekerjaan itu sehingga Allah menyempurnakan hal itu atau saya sendiri yang binasa di dalamnya. Kemudian air mata Rasulullah saw bercucuran, lalu Abu Talib memanggil beliau seraya berkata, hai keponakanku ! datanglah kemari.. Rasulullah saw mendekati beliau, lalu dia berkata, lihatlah, apa yang kamu ingin lakukan lakukanlah, saya sama sekali tidak akan meninggalkan engkau dan (jika ada sesuatu yang terjadi dengan dirimu) saya akan menuntut balas dari semuanya. (Sirat Ibni Hisyam ,jilid I hal.169 Maktabah darul ulum Edisi Baru)

Terkait dengan peristiwa itu Mirza Ghulam Ahmad menceriterakan: "Tatkala ayat-ayat ini turun bahwa orang-orang musyrik itu adalah rijsun, kotor,شرالبريه -sejahat-jahat makhluk, orang-orang bodoh, anak-anak syaitan. sembahan mereka adalah وقودالنار -bahan bakar neraka dan حصب جهنم-hashabu jahannam –bahan bakar neraka Jahannam, maka Abu Talibmemanggil Rasulullah saw seraya berkata, hai keponakanku ! dengan cercaanmu itu kaummu menjadi sangat marah sehingga mereka ingin membunuhmu dan bersama itu sayapun akan mereka jadikan sasaran. Engkau telah mengatakan orang-orang bijak mereka orang-orang bodoh dan sesepuh sesepuh mereka kamu katakan sebagai شرالبريه seburuk-buruk makhluk dan engkau memberi nama sembahan-sembahan mereka yang mereka hormati sebagai وقودالنار bahan bakar neraka dan bahan bakar neraka Jahannam". Yakni bahan bakar api neraka. Dan " kepada semuanya engkau nyatakan sebagai anak-anak syaitan dan sesuatu yang kotor. Saya meanyatakan kepadamu dengan rasa simpati bahwa tahanlah lidahmu dan berhentilah kamu dari melakukan cercaan itu, kalau tidak, saya tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi kaum kita. Rasulullah saw dalam memberikan jawaban berkata ," Hai pamanku ! ini bukanlah mencerca tetapi ini adalah ungkapan kenyataan dan merupakan sebuah keterangan atas perkara yang sebenarnya dan inilah tugas yang untuk itu saya telah dikirim oelh Allah. Jika saya harus menghadapai kematian demi untuk itu maka saya dengan senang hati akan menerima kematian itu untuk diri saya. Kehidupan saya ini telah diwakafkan di jalan ini. Saya tidak bisa berhenti dari mengungkapkan kebenaran karena takut mati. Hai paman ! jika paman terasa akan kelemahan paman dan kesulitan paman maka lepaskanlah diri paman dari memberikan perlindungan terhadap diri saya. Demi Allah, saya sedikitpun sama sekali tidak memerlukan paman, saya tidak akan pernah berhenti untuk menyampaikan amanat-amanat atau hukum-hukum Allah. Saya lebih mencintai hukum-hukum Tuhan-ku dari jiwaku. Demi Allah, jika saya terbunuh di jalan ini maka saya menginginkan bahwa saya hidup lalu saya terus mati berkali-kali di jalan ini. Bagi saya ini bukanlah merupakan hal yang menakutkan bahkan justru saya merasakan kelezatan yang tidak terhingga di dalamnya, yakni saya menikmati menjalani penderitaan di jalannya. Rasulullah saw tengah menyampaikan ceramah ini sementara wajah beliau penuh dengan nur keruhanian dan kekhusyukan beliau menjadi bertambah kentara di wajah beliau. Dan tatkala Rasulullah menyelesaikan ceramah beliau ini maka dengan melihat cahaya kebenaran itu serta merta air mata Abu Talib menjadi bercucuran seraya berkata bahwa saya tadinya tidak mengetahui prihal kondisimu yang sedemikian luhur itu. Engkau sungguh dalam warna yang lain dan keagungan yang berbeda. Pergi dan teruslah sibuk dalam tugasmu, selama saya hidup, sejauh kemampuan saya, saya akan terus membantumu.

Jadi inilah martabat fana Rasulullah saw dalam kencintaan kepada Allah swt. Kini orang-orang duniawi melontarkan kritikan bahwa beliau –nauzubillah- menghendaki kemegahan dunia yang karenanya beliau melakukan semua ini. Bahkan semua keberatan ini adalah mulai dari sejak itu , yakni dari sejak kebangkitan beliau. Kemudian tidak hanya ini , mereka mengatakan kata-kata yang keras dan kasar dan mereka memberikan ancaman bahwa beliau harus menyudahi missi beliau bahkan dalam menimpakan kesusahan-kesusahan pun mereka menempuh berbagai macam cara, yang peristiwanya tidak terhitung jumlahnya, tetapi kendati demikian orang-orang kafir tidak dapat mengurangi ari hati kecintaan beliau kepada Allah.

Demikian juga ada sebuah peristiwa dalam sebuah riwayat bahwa Abdullah bin Umar bin As r.a meriwayatkan bahwa pada suatu kali saya ada pada saat orang-orang besar Quraisy berada di Kakbah di dekat Hajarulaswad. Mereka mulai membicarakan Rasulullah saw seraya berkata bahwa sebagaimana kita bersabar berkait dengan orang itu seperti itu kita tidak pernah lakukan untuk siapapun. Dia ini menjelek –jelekkan nenek moyang kita dan agama kita. Kita telah banyak bersabar akan hal itu. Pada saat orang-orang ini tengah membicarakan hal ini maka tiba-tiba Rasulullah saw datang lalu beliau sibuk dalam melakukan tawaf dan pada saat beliau tengah melakukan tawaf dan lewat dari dekat mereka maka orang-orang kafir berbisik-bisik mengenai diri beliau. Sesuai dengan itu ada tiga kali pernah terjadi seperti itu dan di wajah Rasulullah saw terlihat rasa duka dan kesedihan dan pada kali yang ketiga tatkala mereka berbisik-bisik beliau berdiri seraya bersabda: “Hai orang-orang Quraisy ! demi Allah yang jiwaku terletak di tangan kekuasaan-Nya, saya datang membawa kehancuran bagi orang-orang yang seperti kalian. Abdullah bin Umar mengatakan," Sedemikian rupa pengaruh perkataan Rasulullah saw itu sehingga orang-orang Quraisy menjadi terkesima dan orang yang begitu paling belak-belakan bicara di tengah-tengah mereka menjadi berubah mulai berbicara dengan lembut kepada Rasulullah saw bahwa silahkan Tuan pergi. Kemudian beliau saw telah pergi.

Kemudian pada hari yang kedua mereka itu berkumpul dan dari semua arah mereka menyerang beliau sambil mengatakan kepada beliau bahwa kamu ini wahai Muhammad mecela berhala-berhala kami dan menjelek-jelakkan agama kami. Rasululah saw bersabda: Ya, inilah yang saya katakan. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa saya melihat seorang memegang selimut Rasulullah saw. Begitu melihat itu Abu Bakar berdiri menangis sambil berkata kepada orang-orang Quraisy, apakah kalian ingin membunuh orang yang mengatakan bahwa Rabb saya adalah Allah. Baru orang-orang Quraisy pergi meninggalkan beliau. Perawi mengatakan bahwa peristiwa perlakuan buruk orang-orang Quraisy ini saya lihat langsung dengan mata kepala saya sendiri. (Assiratunnabawawiyyah li ibni Hisyam almakruf sirat Ibni Hisyam dzikru ma laqiya Rasulullah saw hal. 217-218 )

Seperti itu banyak lagi peristiwa-peristiwa lain, peristiwa-pristiwa yang penuh dengan marabahaya. Dilancarkan rencana-rencana jahat untuk menghabiskan beliau dan orang yang mengimani beliau. Tetapi Allah yang telah memutuskan untuk menciptakan kelahiran beliau dari sejak kelahiran Adam, dan yang dengan perantaraan kekasih-Nya yang dikasihi ini Dia telah memutuskan untuk menyampaikan amanat-Nya ke seluruh penjuru dunia dan yang sesuai dengan janji-janji-Nya akan melindungi beliau, maka sesuai dengan itu Dia senantiasa terus menurunkan malaikat-malaikat-Nya yang menyiapkan sarana perlindungan kepada beliau untuk menolong beliau pada saat –saat sulit.

Sebagaimana dalam riwayat-riwayat tertera sebuah pristiwa: "Setelah berbicara dengan para pemuka Quraisy Rasulullah saw kemudian pergi dan Abu Jahal berkata ," hai Quraisy apakah kalian melihat bahwa Muhammad tidak ada kata-kata kita yang mau diikutinya dan tidak berhenti memburuk-burukkan sesepuh-sesepuh dan agama kita. Jadi, saya berjanji kepada Tuhan bahwa besok saya akan datang dengan membawa batu besar dan pada saat Muhammad melakukan sujud, saya akan menindih kepalanya. Kalian berilah perlindungan kepada saya. Sesudahnya apa yang Bani Abdi Manaf ingin lakukan mereka dapat silahkan mereka lakukan, yakni dari keluarga Rasulullah saw. Quraisy mengatakan bahwa demi Tuhan kami akan melindungi kamu dan apa yang kamu dapat lakukan lakukanlah itu. Maka tatkala pagi hari tiba, Abu Jahal datang membawa sebuah batu besar lalu duduk menunggu Rasulullah saw yang akan melakukan shalat. Rasulullah saw pun sebagaimana kebiasaan beliau, beliau masuk ke Masjidil haram. Oleh sebab pada hari-hari itu kiblah adalah menghadap ke Baitul-Muqaddis maka beliau sibuk dalam melakukan shalat diantara Hajarul aswad dan Rukun Yamani. Orang-orang Quraisy berbaring di tempatnya masing-masing tengah menunggu jasa Abu Jahal . Maka pada saat beliau tengah melakukan sujud, Abu jahal beranjak membawa batu untuk memindih kepada Rasulullah saw , maka tatkala sampai di dekat beliau maka dari sana dia mundur ke belakang hingga batu jatuh dari tangannya dan dia dalam kondisi yang sangat buruk dan dalam keadaan sangat ketakutan dia kembali kepada kaumnya. Orang-orang pun berlari-larian kepadanya dan menanyakan apa gerangan yang telah terjadi dengan Abulhakam ? Dia menuturkan kisahnya bahwa pada saat saya berangkat membawa batu kepadanya untuk menyempurnakan pekerjaan yang telah saya janjikan kepada kalian, maka apa yang saya lihat, ternyata saya melihat seekor unta besar mengerikan dan ingin menerkam dan memakan saya. Oleh karena itu saya segera mundur kebelakang, kalau tidak tadinya saya sulit untuk menghindarkan diri saya. (Assiratunnbawiyyah liibni Hisyam Almakruf sirat Ibni Hisyam hal.222)

Jadi, perhatikanlah bagaimana Allah melindungi kekasih-Nya . Tetapi bagi seorang yang hatinya mengeras seperti batu untuk sementara waktu dengan melihat tanda ini dia menjadi ketakutan, tetapi pencikan iman tidak menerpanya. Inilah kondisi Abu jahal. Kemudian tatkala untuk memisahkan kekasih dengan yang dikasihi segala macam cara dan kekerasan-kekerasan tidak dapat ampuh maka terfikir oleh mereka bahwa kita iming-imingi dia dengan harta benda duniawi lalu kita lihat, secara langsung kita bicara dengannya lalu kita lihat. Tetapi orang-orang tuna akal itu apa yang mereka dapat ketahui bahwa seorang yang telah terperangkap dalam perangkap kecintaan pada Allah dan martabat pun merupakan martabat yang Rasulullah saw telah capai, maka apa hubungannya dengan iming-iming harta benda dunia itu. Sesuai dengan itu peristiwa tentang iming-iming atau penawaran dunia ini tertera dalam sejarah seperti ini.

Ibni Ishak meriwayatkan bahwa manakala Islam dari hari ke hari mulai meraih kemajuan sedangkan dari pihak orang-orang Quraisy sedapat mungkin mereka mencegah orang-orang untuk menerima Islam dan mereka menimpakan berbagai macam kesulitan dan penderitaan. Sejumlah orang mereka penjarakan di dalam rumah mereka. Ibni Abbas meriwayatkan bahwa pada suatu hari setiap pemimpin suku Quraisy berkumpul untuk berdialog dengan Rasulullah saw yang namanya adalah sbb: Utbah, Syaibah,Abu Sufyan, Nadhar bin Haris Albakhtari / Abul bakhtari… Abu Jahal bin Hisyam, Abdullah bin Abi Umayyah 'As bin Abi Wail, Umayyah bin Halaf dll semua ini setelah matahari terbenam berkumpul di belakang teras Kakbah dan seorang berkata kepada yang lainya bahwa suruhlah panggil seseorang untuk berbicara dengan Muhammad (saw) dan berdialoglah sedemikian rupa sehingga dia menjadi tidak berdaya.

Kemudian mereka mengirim seorang kepada Rasulullah saw. Beliau setelah mendengar amanat ini menganggap bahwa mungkin mereka mempunyai keinginan untuk mengikuti jalan yang lurus. Sebab, beliau sangat ingin mereka menerima Islam. Maka beliau dengan cepat pergi ke pertemuan itu. Semuanya dengan sepakat mengatakan kepada beliau bahwa hai Muhammad (saw ) ! kami memanggil Tuan untuk melakukan pembicaran, sebab demi Tuhan, kami dari orang Arab siapapun kami tidak dapat ketahui yang sedemikian rupa menjerumuskan kaumnya dalam kesulitan sebagaimana halnya Tuan telah lakukan (terhadap kami). Tuan ini memburuk-burukkan nenek moyang kami dan mencela sembahan-sembahan kami, mencerai beraikan jamaah kami, tidak ada suatu kerusakan yang Tuan tidak pikulkan kepada kami. Jika tujuanmu adalah untuk mengumpulkan harta maka kami akan menyerahkan harta kami kepadamu sedemikian rupa sehingga Tuan akan meanjadi orang yang terkaya diantara kami. Dan jika ingin menjadi pimpinan, maka kami akan menjadikan Tuan sebagai pemimpin kami. Jika Tuan ingin menjadi raja maka kami akan menjadikan Tuan sebagai Raja. Dan untuk Jin atau siluman yang datang kepada Tuan untuk mengobatinya kami siap untuk membelanjakan semua harta kami kepada Tuan.

Rasulullah saw bersabda: Seberapa banyak pembicaraan yang kalian lakukan itu satupun tidak ada didalam diri saya. Saya tidak mengingikan harta, tidak menginginakan kemuliaan dan tidak menginginkan kerajaan. Saya telah dikirim oleh Allah sebagai Rasul dan Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada saya dan telah memerintahkan bahwa saya adalah sebagai pemberi ingat dan pemberi habar suka bagi kalian. Saya memberikan kabar suka dan memberikan peringatan juga. Jadi saya telah menyampaikan amanat Tuhan kepada kalian. Jika kalian menerimanya maka di dalam itu adalah faedah untuk diri kalian sendiri. Dan jika kalian tidak menerimanya maka sabarlah kalian sampai pada saat itu dan sayapun juga akan bersabar hingga Tuhan memberikan keputusan diantara saya dan kalian. (Assiratunnbawiyyah liibni Hisyam Almakruf sirat Ibni Hisyam hal.220-221)

Beliau Rasulullah saw yakin dan sepenuhnya yakin bahwa beliau adalah Nabi Allah yang benar dan keputusan akhir Allah benar-benar beliau ketahui bahwa itu pasti akan memihak saya. Jadi beliau (Rasulullah saw) bersabda, hai orang-orang kafir! Kalian akibat tidak ada rasa malu, kalian tidak dapat bergeser dari agama kalian yang palsu. Di dalam surah ( يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ ) semua perkara ini diterangkan. Maka, saya yang sebagai nabi Allah bagaimana saya akan dapat berhenti untuk menyampaikan amanat Allah yang Allah telah perintahkan kepada saya. Bagaimana saya bisa berhenti beribadah kepada Tuhan yang setiap hari terus memperlihatkan tanda-tanda-Nya yang baru kepada saya, yang mana Dia sendiri yang berdiri untuk menandingi kalian dari pihak saya. Kalian silahkanlah lakukan terus perlawanan kepada saya, jangan lagi ada tersisa upaya-upaya untuk menyakiti saya, tetapi ingatlah bahwa sayalah yang akan menang. Kepada kalian inilah jawaban yang Allah telah ajarkan kepada saya bahwa kalian tetaplah dalam agama kalian dan saya akan tetap dalam agama saya.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ Tapi ingatlah bahwa ini sudah merupakan ketetapan, takdir Allah telah memberikan keputusan,Tuhan saya telah mengambil keputusan, yakni Tuhan yang Maha mengetahui yang hadir dan yang gaib dan mengetahui yang akan datang, Tuhan yang terus menerus menzahirkan kecintaan-Nya kepada saya,Takdir Tuhan itu kini adalah bahwa agama Tuhan yang Esa itulah yang akan meraih kemenangan dan era kalian akan berakhir. Jadi jawaban ini Allah telah suruh ucapkan dari lidah orang yang mencintai-Nya dan kepada orang yang Dia cintai.

Kecintaan kepada Allah

Kecintaan Rasulullah saw kepada zat Allah dan antusiasme beliau untuk menegakkan ke-Esaan Tuhan di muka bumi dan yang untuk itu beliau telah berupaya, itu tidak ada yang dapat menghadapinya. Tetapi jika kapan saja berkenaan Zat itu, berkenaan dengan Zat Allah swt beliau mendengar kalimat yang luhur dan baik maka beliau senantiasa memberikan pujian.

Tertera dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Hadhrat Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw (karena senang, sebagai pujian beliau mengutip syair seraya ) bersabda: Perkara yang paling benar yang seorang penyair pernah katakan adalah penggalan syair Labid : Dengarlah, selain Allah segala sesuatunya adalah batil dan akan musnah" (Bukhari kitabul manaqib alanshar bab ayyamuljaahiliyyah)

Kemudian kecintaan kepada Allah dan gairat akan nama-Nya sampai sejauh mana ada dalam diri beliau sehingga beliau siap untuk meanggung kerugian, tetapi beliau tidak bisa menerima apabila tuntutan gairat Allah tidak dipenuhi.

Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat . Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa pada saat Rasulullah saw tengah pergi menuju perang Badar, pada saat Islam dalam keadaan yang sangat lemah. Dan sebelum tiba di Badar seorang hadir di sebuah tempat dan orang tersebut terkenal dengan keberanian dan kepiawaiannya dalam berperang. Para sahabah menjadi sangat gembira begitu melihatnya. Dia menawarkan diri kepada Rasulullah saw bahwa saya ikut berperang dengan Tuan dengan syarat saya pun diberikan bagian dari harta rampasan perang. Beliau bertanya apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia menjawab, tidak. Beliau bersabda kalau begitu kamu boleh meninggalkan tempat ini. Saya tidak ingin meminta bantuan dari seorang yang musyrik. Beberapa lama kemudian setelah hadir dia kembali memohon seperti ini. Maka jawaban inilah yang beliau berikan. Dia datang untuk ketiga kalinya dan bertanya bahwa ikutkanlah saya juga dalam lasykar ini. Kemudian beliau bertanya apakah kamu berikan kepada Allah dan Rasul-Nya . Pada kali ini dia memberikan jawaban ,ya. Maka beliau bersabda, boleh. Beliau bersabda, kalau begitu ikutlah bersama kami.( Muslim Kitabul jihad bab karahiyatul isti'anganah. )

Jika ada seorang yang cinta dunia maka tentu akan mengatakan bahwa ini bantuan ada yang datang, manfaatkanlah itu. Tetapi gairat beliau tidak dapat menerima bahwa di dalam peperangan yang dilakukan atas nama Allah bantuan diambil dari orang musyrik.

Kemudian tertera dalam sebuah riwayat bahwa Umar r.a pada suatu saat bersumpah atas nama bapaknya. Rasulullah saw memanggilnya lalu menegurnya seraya bersabda : Dengarlah, Allah melarang kalian untuk bersumpah atas nama bapak kalian. Siapa yang perlu harus bersumpah maka bersumpahlah atas nama Allah atau diamlah. (Bukhari kitabul adab bab man lam yara kuffaara man qaala mutaawwilan atau jaahilan.)

Pertama, adalah bahwa ada orang yang merupakan adat kebiasaannya bersumpah atas nama Allah atas hal-hal yang kecil-kecil. Itu sudah menjadi kebiasaan umum. Hendaknya jangan mengucapkan sumpah seperti itu. Jika dalam sejumlah kondisi, akibat sejumlah keterpaksaan terpaksa harus mengucapkan sumpah maka pada saat itu sumpah dilakukan dan pada saat itu hendaknya yang ada di dalam fikiran kita adalah bahwa saya tengah menjadikan Allah sebagai saksi. Beliau dalam kondisi apapun tidak pernah dapat menerima bahwa apa yang merupakan hak Allah jangan ada yang dapat dekat menyentuh ke dekatnya dalam keadaan tidak tahu. Kemudian jika sedikit saja kemungkinan ada sejumlah amal membawa kepada syirik maka beliau dengan sangat keras menolaknya.

Para penyembah kuburan

Mengenai pergi ke kuburan- kuburan untuk doa beliau telah memberikan izin, tetapi beliau tidak dapat menerima bahwa di atas kuburan-kuburan itu dinyalakan lampu. Sejumlah orang menyalakan lampu dan lilin. Maka tertera dalam sebuah riwayat yang diterangkan oleh Hadhrat Ibni Abbas bahwa Rasulullah saw melaknat orang-orang yang berziarah ke kuburan seperti itu, menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai sembahan selain Allah dan mejadikan tempat itu untuk menyalakan lampu-lampu. (Turmudzi kitabushalat bab maa jaa aa fi karahiyati anyattakhidzal 'alal qabri masjidan.)

Dewasa ini perhatikanlah bahwa orang-orang Islam pun ternyata telah melakukan tindakan seperti ini. Mereka para wali yang (ketika hidupnya) mereka sendiri merupakan wujud-wujud yang terus menerus memperjuangkan tegakknya tauhid Ilahi tetapi atas nama mereka justru syirik itu terjadi. Kepadanya diminta keinginan-keinginannya dikabulkan, kepadanya dimohon keinginann-keinginan mereka dipenuhi, mereka kesana untuk bernazar dan kain selimut yang bertatahkan benang emas yang selimutkan di atas kuburannya dan ini merupakan kenyataan yang sebenarnya dan itu kini ada. Seorang perempuan memberitahukan bahwa dia kenal dengan seorang perempuan yang memiliki seorang anak. Dia mengatakan bahwa anak ini diberikan oleh Data Sahib (nama seorang wali terkenal). Saya katakana padanya, takutlah pada Tuhan. Dia menjawab, tidak. Saya sebelumnya terus meminta kepada Tuhan, saya terus memanjatkan doa dalam shalat-shalat, namun saya tetap tidak dapat melahirkan anak. Pada saat saya pergi ke makam Data sahib maka setelah itu saya mendapatkan anak. Jadi, daripada Allah –menurut dia-Data sahib merupakan segala-galanya. Sama sekali tidak rasa ada rasa takut pasa Tuhan. Dan di anak benua kecil(India) -sebagaimana saya telah katakan – yang dikatakan sebagai Muslim pun banyak sekali mereka yang sedang terjerumus dalam syirik ini. Rasul Allah telah melaknat orang yang seperti itu.

Kemudian tertera dalam sebuah riwayat bahwa Hadhrat Aisyah r.a meriwayatkan bahwa Ummi Salma menyebutkan mengenai sebuah Gereja di Habsyah yang diberi nama Maryah dan di dalamnya diletakkan gambar. Atas hal itu Rasulullah saw bersabda bahwa ini adalah merupakan kaum apabila di kalangan mereka ada orang saleh yang mati maka di atas kuburannya mereka membuat mesjid-mesjid dan di dalamnya mereka membuat patung. Orang-orang seperti itu adalah merupakan makhluk yang terburuk. Bukhari kitabusyshalat bab asshalaatu fil bai'ati

Di dalam sebuah tempat tertera juga demikian bahwa dalam keadaan beliau sedang sakit perkataan ini disebut. Maka begitu mendengar ini (mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid) beliau serta merta bangun duduk dengan penuh semangat dan beliau bersabda sangat buruk sekali orang-orang yang melakukan seperti ini. Kondisi beliau sendiri beliau biasa memanjatkan doa seperti iniاللهم لا تجعل قبرى وثنا Allaahumma laa taj'al qabri wasnan- hai Allah ! janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai tempat penyembahan berhala.

Seorang yang sepanjang umur setiap saat, setiap detik penuh waktunya dalam mencintai Allah, terus berupaya menegakkakan tauhid Ilahi, kaki-kakinya menjadi kejang dan bengkak karena terus menerus beribadah sepanjang malam, yang keinginannya hanya satu agar setiap orang di dunia menjadi orang-orang yang beribadah kepada Tuhan yang Esa, maka bagaimana mungkin dapat bersabar menerima bahwa kuburnya menjadi tempat syirik. Dan sampai kini sebagai pengambulan doa itu Dia telah telah menyelamatkan kuburan yang penuh berkah itu dari syirik. Tetapi heran sekali pada orang-orang Islam –sebagaimana saya sebelumnya telah katakan- orang-orang pergi ke kuburan orang sufi-sufi dan para fakir /arif billah untuk melakukan syirik dan tempat itu kini menjadi pangkalan syirik.

Hadhrat Mirza ghulam Ahmad mengatakan: " Saya senantiasa melihat dengan pandangan penuh rasa kekaguman bahwa nabi dari Arab yang bernama Muhammad saw (Ribuan salam dan selawat sejahtera padanya) betapa luhur martabat yang dicapai nabi itu. Titik puncak ketinggian martabatnya tidak dapat diketahui, memperkirakan pengaruh daya pensuciannya bukanlah merupakan pekerjaan manusia. Namun sangat disayangkan sebagaimana martabatnya seyogianya harus dikenal martabatnya itu tidak dikenal. Tauhid yang telah sirna dari muka bumi ini dialah sosok panglima yang membawanya kembali ke dunia ini. Dia dengan cara yang sangat luar biasa telah mencintai Allah dan dalam bersimpati kepada ummat manusia telah memberikan pengaruh kepada jiwanya. Oleh karena itu Allah yang mengetahui akan rahasia hatinya telah menganugerahkan kelebihan melebihi semua nabi-nabi dan melebihi orang-orang terdahulu serta orang-orang yang datang kemudian, dan keinginan serta cita-citanya dipenuhi di masa hidup juga". Haqiqatul wahyi ruhani Hazain jilid 22 hal 118-119

Kemudian beliau Mengatakan: " Bacalah Al-Quran sambil merenungkan kandungan isinya. Lebih dari nabi kita Muhammad saw tidak ada contoh manusia sempurna manapun dan untuk yang akan datang pun tidak akan ada sampai hari Qiamat. Kemudian lihatlah kendati dengan mendapatkan mukjizat ilahiah sekalipun kondisi Rasulullah saw senantiasa tetap berada pada kondisi menghambakan diri dan berkali-kali beliau mengatakan أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ (aku ini hanya seorang manusia seperti kamu) sehingga di dalam kalimah tauhid pernyataan beliau sebagai hamba dibakukan sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Yang tanpa itu seorang Muslim tidak dapat dikatakan sebagai seorang Muslim. Renungkan dan renungkanlah kembali. Jadi dalam kondisi mana cara kehidupan pemberi petunjuk yang sempurna memberikan pelajaran kepada kita bahwa setelah sampai kepada kedekatan yang tertinggi pengakuan penghambaan itu tidak lepas. Oleh karena itu siapapun berfikiran seperti itu atau membawa pemikiran seperti itu di dalam hati (penghambaan/beribadah itu dapat lepas) adalah merupakan perkara yang sia-sia dan tidak berguna". Malfuzhat jilid I hal.74

Jadi, inilah martabat Rasulullah saw yang untuk menegakkannya dan untuk menciptakan kecintaan Allah di dalam hati manusia beliau telah lahir. Martabat manusia yang paling luhur dan kedudukan /tingkat sebagai hamba Allah Yang Rahman yang oleh seseorang yang paling tinggi dapatkan adalah yang didapatkan oleh Rasulullah saw. Beliau telah dibangkitkan supaya manusia dapat mengenal dirinya dan mengenal Zat Allah dan dapat memperkenalkan Zat Allah. Beliau dibangkitkan untuk menegakkan tauhid Ilahi. Dan di dalam inilah beliau telah melewati seluruh kehidupan beliau. Dan keinginan beliau adalah supaya setiap individu dan setiap orang di dunia menjadi tegak pada tauhid Ilahi.

لا اله الا الله محمد رسول الله laailaahaillallah muhammadurrasuulullah. Semoga Allah memberikan taufik kepda kita semua.

Khutbah jum'ah Mirza Masroor Ahmad tanggal 4 -2-2005 di Baitulfutuh, Morden,London,Inggris.